Pengembangan Bahan Ajar Berbasis ICT

PENGEMBANGAN BAHAN AJAR BERBASIS ICT

Edi Suryawirawan *)

Abstraks

Pembelajaran matematika dengan menggunakan bahan ajar berbasis ICT

memberi peluang pada siswa untuk memahami matematika lebih mudah dan menyenangkan.

Kata Kunci : Pengembangan Bahan Ajar Berbasis ICT


PENDAHULUAN

Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah melalui Departemen Pendidikan Nasional dan Dinas Pendidikan di setiap propinsi untuk mengkaji serta meningkatkan hasil belajar siswa diantaranya : penyempurnaan kurikulum, materi pelajaran, proses pembelajaran, penataran dan pendidikan bagi guru pada jenjang yang lebih tinggi. Soejadi (1994: 36) menyatakan bahwa kegiatan pembelajaran matematika dijenjang sekolahan merupakan suatu kegiatan yang harus dikaji dan jika perlu diperbaharui agar dapat sesuai dengan kemampuan siswa serta tuntutan masyarakat.

Matematika sebagai salah satu ilmu dasar telah berkembang sangat pesat, baik materi maupun penerapannya. Perkembangan ini sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang membutuhkan penggunaan matematika, sehingga perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi ikut memacu perkembangan matematika itu sendiri. Oleh karena itu pemahaman tentang matematika sekolah yang diperoleh melalui pembelajaran matematika di SMA dapat dijadikan sebagai landasan untuk memahami atau menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi pada tingkat pendidikan selanjutnya.

Sekolah Kategori Mandiri (SKM) merupakan pengkategorian yang dilakukan pemerintah terhadap keterlaksanaan delapan standar nasional termasuk penerapan sistem Satuan Kredit Semester (SKS ). Pengkategorian tersebut merupakan upaya pemetaan kualitas pendidikan terhadap kualitas keterlaksanaan pemenuhan standar nasional pendidikan dalam rangka peningkatan mutu pendidikan. Pemerintah melalui PP Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan telah menetapkan bahwa satuan pendidikan wajib menyesuaikan diri dengan ketentuan Peraturan Pemerintah tersebut paling lambat (7 ) tahun sejak diterbitkannya PP tersebut. Menindaklanjuti kebijakan tersebut maka mulai tahun 2007, Dit.Pembinaan SMA melakukan pembinaan pengembangan sekolah formal kategori mandiri dengan pendekatan rintisan.

Salah satu alternatif pembelajaran yang disesuaikan dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) adalah dengan menggunakan bahan ajar berbasis ICT dapat dibuat interaktif sehingga siswa dapat belajar dengan berulang-ulang sehingga memungkinkan siswa dapat lebih memahami materi pelajaran dengan baik. McDonough (dalam Paramata, 1996:2) menyatakan bahwa penggunaan komputer dalam pembelajaran akan memberikan stimulus untuk belajar, menciptakan audio-visual, membantu recalling (pemanggilan kembali) konsep yang telah dipelajari, mengefektifkan respon siswa, mendorong cara belajar interaktif, membebaskan guru dari tugas-tugas yang berulang, dan menyediakan sumber-sumber belajar yang mudah dimodifikasi.

Adapun tujuan dari makalah ini antara lain adalah :

1. Mengetahui sejauh mana peningkatan kemampuan antara siswa yang mendapat pembelajaran dengan menggunakan bahan ajar berbasis ICT dengan siswa yang mendapat pembelajaran yang dilakukan secara konvensional

2. Mengetahui sikap dan minat siswa terhadap mata pelajaran matematika dengan menggunakan bahan ajar berbasis ICT

3. Mengetahui pendapat guru tentang pembelajaran matematika dengan menggunakan bahan ajar berbasis ICT

Sementara manfaatnya adalah sebagai berikut :

1. Menghasilkan pembelajaran matematika berbasis ICT yang dapat digunakan untuk membantu guru dalam proses pembelajaran

2. Memberikan motivasi kepada guru matematika untuk memanfaatkan kemajuan teknologi dan sarana yang telah tersedia dengan menerapkan pembelajaran matematika berbasis ICT, sebagai pembelajaran alternatif dalam rangka meningkatkan kualitas hasil belajar siswa

3. Memperluas pandangan siswa terhadap matematika sehingga siswa dapat menggunakan dan menghargai antara matematika dengan disiplin ilmu ilmu lain dan matematika dengan kehidupan sehari-hari

Computer-Aided Instruction atau Computer-Asisted Intruction (CAI), di Indonesia biasa disebut Pembelajaran Berbasis komputer atau pembelajaran berbantuan komputer. Menurut Arnold (2005), meskipun sulit untuk mengasess efektivitas system pembelajaran yang menggunakan bantuan komputer ini, namun sejumlah studi telah melaporkan bahwa CAI telah berhasil meningkatkan skor ujian, memperbaiki sikap siswa, dan mempersingkat waktu yang dibutuhkan untuk pengajaran. Petunjuk yang substansial dari hasil studi yang sangat beragam, adalah bahwa pembelajaran berbantuan komputer dapat meningkatkan kualitas pembelajaran di semua jenjang pendidikan.

Penggunaan komputer di sekolah dikatagorikan oleh Taylor (Handal, 2002) sebagai tutor ,tool dan tutee. Sebagai tutor, komputer berperan membimbing siswa dalam belajar individual. Sebagai tool, siswa menggunakan komputer untuk pengolah data, grafik, atau pemodelan matematik. Sebagai tutee, komputer diprogram untuk memecahkan masalah. Katagori tutor, tool, dan tutee diajukan Taylor pada tahun 1980. Pada tahun 1985, Alessi dan Trollip membuat framework untuk konseptualisasi peranan komputer dalam pendidikan. Mereka mengajukan lima katagori untuk pembelajaran berbantuan komputer (CAI), yaitu drill, tutorial, games, dan tes. Jika dibandingkan dengan katagori yang dibuat Taylor, maka katagori yang dibuat Alessi dan Trollip dapat dianggap sebagai subkatagori dari tutor.

Seiring dengan pesatnya perkembangan teknologi dan berubahnya paradigma pembelajaran dari behaviourisme ke konstruktivisme, pada tahun 2001 Alessi dan Trollip mengkaji ulang katagori yang dibuatnya dan mengajukan katagori baru bagi peranan komputer dalam pendidikan, yaitu: drills, tutorial, games, simulasi, hypermedia, dan tool and open-ended learning environments. Katagori-katagori ini dapat saling beririsan. Sebagai contoh, prestasi tutorial dapat diorganisir melalui jaringan-jaringan informasi, sehingga dapat berperan sebagai hypermedia.

Tipe drills menampilkan serangkaian pertanyaan-pertanyaan untuk direspon siswa dan komputer memberikan umpan balik. Karakteristiknya yang repetitif, merefleksikan pendekatan behaviourisme yang berfokus pada ketuntasan belajar.

Tipe tutorial, tidak hanya menampilkan informasi, tetapi juga membimbing siswa melalui proses pembelajarannya. Tutorial dimulai dengan introduksi terhadap pelajaran, baru kemudian informasi ditampilkan. Selanjutnya siswa menjawab serangkaian pertanyaan, dan program mengevaluasinya. Respon yang muncul biasanya kata-kata ”maaf”, ”bagus”, ”coba lagi”, atau ”jawaban yang benar adalah ...”. Pengguna tutorial dapat dapat mengatur sendiri kecepatan belajarnya.

Katagori berikutnya adalah games atau permainan dan simulasi. Keduanya merupakan aktivitas yang berorientasi pada tujuan. Dengan menggunakan simulator atau games, siswa memasuki situasi dinamis yang melibatkan multimedia di mana mereka harus meresponnya. Berbeda dengan games, dalam simulasi tidak ada kompetisi.

Hypermedia, berbeda dengan yang lainnya dalam hal pengorganisasian informasi. Pendekatan hypermedia mengkombinasikan hypertext dengan multimedia. Multimedia adalah gabungan berbagai format seperti teks, suara, gambar, dan vidio yang saling mendukung. Hypertext didefenisikan sebagai suatu databese yang memiliki penghubung aktif yang memungkinkan pembaca (pengguna) untuk berpindah dari satu bagian ke bagian lain sesuai keinginannya (Schneiderman dan Kearsley, 1989 dalam Handal, 2003). Jadi, hypermedia adalah lingkungan belajar di mana pengetahuan disampaikan melalui jaringan-jaringan informasi.

Katagori terakhir adalah tool and open-ended learning environment. Dalam pendidikan matematika, alat (tool) seperti spreadsheet, database, dan graphics packages membantu pemecahan masalah dan mendukung pembelajaran open-ended. Dengan menggunakan spreadsheet, database, dan graphics packages siswa dapat melakukan pengamatan dan investigasi berbagai konsep matematika seperti geometri, aljabar dan relasi. Guru dapat menggunakan alat-alat ini (tools)untuk membantu siswa mempelajari matematika melalui proses berfikir tingkat tinggi, dan bukan mempelajari tools tersebut secara sederhana.

Peristiwa belajar terjadi kapan saja dan dimana saja, yaitu ketika terjadi interaksi antara pebelajar dengan sumber belajar, interaksi dapat terjadi melalui media. Itulah sebabnya, media berguna dalam pembelajaran (Chaeruman, 2005). Media pembelajaran yang sedang populer saat ini adalah multimedia interaktif. Multimedia dapat didefenisikan sebagai gabungan dari teks, gambar, animasi, grafik, suara dan video, untuk menampilkan informasi di bawah kendali komputer (Macaulay, 2003) interaktif artinya bahwa rancangan multimedia dapat berinteraksi dengan penggunanya melalui tombol-tombol navigasi.

Aplikasi multimedia dapat meningkatkan kualitas pembelajaran siswa. Pembelajaran yang aktif menunjukkan bahwa prosentase ingatan: 10% berasal dari apa yang dibaca, 20% dari apa yang didengar, 30% dari apa yang dilihat, 50% dari apa yang dilihat dan didengar, 70% dari apa yang dikatakan, dan 90% dari apa yang dikatakan dan dilakukan (Todd, 1997 dalamskicioglu dan Kopec, 2003).

Hasil pengamatan lain mengungkapkan, siswa mengingat 20% dari apa yang dilihat, 30% dari apa yang didengar, 50% dari apa yang dilihat dan didengar, dan 80% dari apa yang dilihat, didengar, dan dirasakannya dengan interaksi langsung (Shelly, Waggoner, Cashman & Waggoner, 1998 dalam Eckcioglu dan Kopec, 2003).

Pengembangan media pembelajaran berbasis komputer harus dilakukan dengan perencanaan yang matang. Chaeruman (2005) merincikan lima tahap (prosedur umum) pengembangan media pembelajaran, yaitu: analisis, desain, pengembangan, implementasi, dan evaluasi. Analisis kebutuhan, analisis instruksional dan analisis garis besar isi program dilakukan pada tahap pertama. Tahap kedua yaitu desain, adalah tahap dimana garis besar isi program dijabarkan. Pada tahap ini desain pembelajaran, desain komunikasi visual, dan diagram alur program dipersiapkan. Tahap berikutnya adalah tahap pengembangan. Pengembangan dilakukan dengan menggunakan dukungan software yang sesuai. Media pembelajaran dikembangkan mengikuti alur yang telah direncanakan. Tahap terakhir adalah tahap implementasi dan evaluasi terhadap pengguna. Evaluasi juga dilakukan di setiap tahap, untuk kemudian dilakukan revisi berdasarkan hasil evaluasi.

Penilaian terhadap kelayakan suatu media pembelajaran dapat dilihat dari berbagai aspek, seperti yang dikemukakan oleh McAlpine dan Weston (Chaeruman, 2005). Aspek-aspek tersebut yaitu: desain instruksional, substansi materi, bahasa, dan teknis penyajian. Berikut ini rincian dari masing-masing aspek media pembelajaran yang harus diperhatikan:

a) Desain instruksional

Aspek desain instruksional dari suatu media pembelajaran harus terlihat memiliki: kejelasan sasaran; kejelasan tujuan pembelajaran; kejelasan uraian materi; pemberian latihan dan umpan balik; pemanfaatan aspek pendagogis; ketepatan evaluasi; konsistensi antara tujuan, materi dan evaluasi; ketepatan contoh, ilustrasi, analogi, dan lain-lain.

b) Substansi materi

Beberapa hal yang penting untuk diperhatikan dalam suatu media pembelajaran berdasarkan aspek substansi materi adalah: kebenaran isi; kecukupan materi; keluasan dan kedalaman materi; aktualitas; dan kontektualitas.

c) Bahasa

Bahasa sangat menentukan kelayakan suatu media pembelajaran. Oleh karena itu, yang harus diperhatikan dalam penggunaan bahasa adalah: pemilihan kosa kata; pemilihan struktur kalimat; pemilihan bahasa komunikatif dan menantang; penggunaan kalimat aktif dan pasif; sistematika (heading subheading; dan lain-lain)

d) Teknis penyajian

Teknis penyajian adalah aspek yang paling kompleks yang dapat dilihat dari suatu media pembelajaran. Hal-hal yang harus diperhatikan adalah: struktur program; logika berfikir pemprograman; kompatibilitas; kreativitas; kemudahan penggunaan; grafis, teks, hurup, movie, animasi, warna, musik, navigasi, dan efek suara.

Dalam pengembangan media pembelajaran, dalam pembelajaran berbasis komputer, Budiwaspada (2005) menyatakan bahwa kebenaran materi adalah mutlak, sedangkan menarik atau tidaknya suatu bahan ajar sangat tergantung pada ”kedekatan bahasa” komunikasinya antara penyaji dan penerima pesan, dan hal ini dapat dicapai jika pengembang bahan ajar memahami betul-betul keinginan target audience (dalam hal ini siswa). Tidak perlu seluruh layer dan durasi pengajaran dieksplorasi secara kreatif. Adakalanya materi pelajaran disajikan dalam visualisasi yang bernada datar dan biasa-biasa saja, untuk kemudian pada materi tertentu (yang menjadi pokok permasalahan) visualisasi diolah secara optimum, bahkan bila perlu disertai ilustrasi dan gerak (animasi maupun video) dan suara (narasi, dialog, dan sound effect) yang tepat. Penekanan ini akan membuat para siswa merasakan bahwa materi tersebutlah yang menjadi pokok permasalahannya.

e) Tutorial Interaktif

Media pembelajaran yang kiranya tepat untuk digunakan dalam pembelajaran berbasis komputer di sekolah adalah multimedia interaktif berbentuk tutorial, atau disebut juga tutorial interaktif. Kelebihan-kelebihan multimedia telah dibahas pada bagian terdahulu. Sedangkan kelebihan-kelebihan dan juga kekurangan tutorial dibahas dalam bab ini.

Tutorial selangkah lebih maju dibanding aktivitas drill and practice, karena tutorial tidak hanya menampilkan informasi tetapi juga memberikan bimbingan kepada siswa melalui proses belajar. Tutorial mempunyai potensi untuk diterapkan dalam pembelajaran interaktif secara online, karena tutorial menyediakan berbagai peluang untuk memotivasi siswa melalui kapabilitas multimedia. Tutorial memungkinkan siswa untuk belajar secara mandiri dan menyediakan kesempatan untuk melakukan penguatan (reinforcement), memperbaiki kesalahan, dan menjelaskan tentang kesalahpahaman (Schwier&Misanchuk, dalam Handal, 2003). Tutorial cukup efektif untuk menampilkan informasi faktual, untuk mempelajari strategi pemecahan masalah (Handal, 2003).

Tutorial berguna untuk memfasilitasi pembelajaran mandiri, akan tetapi kurang efektif untuk digunakan dalam belajar berkolaborasi. Salah satu keuntungan dari tutorial adalah memiliki potensi untuk mengajar siswa yang tidak memiliki guru yang qualified dalam penguasaan materi tertentu. Hal ini sangat relevan dengan keadaan pendidikan matematika di Indonesia, dimana hasil penelitian Wahyudin (1999) menunjukkan bahwa tingkat penguasaan guru matematika SLTP yang rata-rata kerjanya 10 tahun dalam mata pelajaran matematika masih rendah yaitu sebesar 51,5 %. Hal yang sama juga terjadi pada guru SMA. Kemampuan mengajar guru matematika SMA, yang sepintas tampak seperti menguasai topik yang sedang diajarkannya, tetapi ternyata yang dikuasainya hanya fakta, dan sebagian dari faktapun ada yang tidak dikuasainya. Tutorial yang dikembangkan dengan baik kiranya dapat membantu siswa maupun guru untuk memahami topik yang belum dikuasainya.

Penggunaan software tutorial dapat dilakukan dengan berbagai cara sesuai tujuan pembelajaran. Sebagai contoh, tutorial dapat digunakan untuk mendukung dan memperkuat pembelajaran di kelas, untuk mengajarkan topi-topok tertentu, untuk mengaktifkan pengetahuan awal siswa dalam suatu bahasan sebelum masuk ke materi pokok, atau untuk mengembangkan diskusi kelas atau kerja kelompok. Tutorial juga dapat digunakan sebagai pembelajaran pengganti untuk siswa yang ketinggalan pelajaran, untuk mengulang pelajaran terdahulu atau untuk remidiasi.

f) Sikap dan Minat

Perasaan, sikap, minat, emosi, dan nilai merupakan watak perilaku yang tercakup dalam ranah afektif. Menurut Popham (Tim Peneliti UNY, 2004), ranah afektif menentukan keberhasilan belajar seseorang. Orang yang tidak memiliki minat pada pelajaran tertentu sulit untuk mencapai keberhasilan studi secara optimal. Oleh karena itu, semua guru harus mampu membangkitkan minat semua siswa terhadap pelajaran yang diajarkannya. Keberhasilan pembelajaran pada ranah kognitif dan psikomotor sangat ditentukan ditentukan oleh kondisi afektif siswa. Siswa yang memiliki minat belajar dan sikap positif terhadap pelajaran akan merasa senang mempelajari mata pelajaran tersebut, sehingga diharapkan dapat mencapai hasil belajar yang optimal.

Menurut Krathwohl (Tim Peneliti PPS UNY, 2004) bila ditelusuri, hampir semua tujuan kognitif mempunyai komponen afektif. Peringkat ranah afektif menurut taksonomi Krathwohl ada lima, yaitu: receiving (attending), responding, voluing, organization, dan characterization. Pada level receiving atau attending, siswa memiliki keinginan menghadiri atau mengunjungi fenomena khusus atau stimulus, misalnya kelas, kegiatan, musik, buku, dan sebagainya.



DAFTAR KEPUSTAKAAN

Budiwaspada, A. E. (2005). ”Desain Komunikasi Visual untuk Media Pembelajaran Berbasis Teknologi Informasi”. Makalah pada Workshop Penyempurnaan Hasil Karya Lomba Pembuatan Media Pembelajaran SMA Berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi Dikmenum, Jakarta.

Chaeruman, U. A. (2005). ”Prinsip dan Prosedur Pengembangan Media Pembelajaran”. Makalah pada Workshop Penyempurnaan Hasil Karya Lomba Pembuatan Media Pembelajaran SMA Berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi Dikmenum, Jakarta.

Departemen Pendidikan Nasional (2004) Kurikulum Kompetensi, Jakarta:Puskur Depdiknas.

Balac heff, N. Dan Kaput, J.J. (1996), ”Computer-Based Learning Environments in Mathematics”, dalam Elliot. (1996), Communication in Mathematics K-12 and Beyond. Reston, VA: The National Council of Teachers of Mathematics, Inc.

Budiana, (2003). Penggunaan Komputer dalam Pembelajaran Remedial Matematika untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa. Tesis Magister pada PPS UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Coxford, A.F. (1995). ”The Case for Connections”, dalam P.A. House (1995), Connecting Mathematics across the Curriculum. Yearbook. Virginia: The National Council of Teachers of Mathematics, Inc.

Eskicioglu, A.M. dan Kopec, D. (2003). ”TheIdeal Multimedia-Enabled Classroom: Perspectives from Psychology, Education, and Information Science”. Journal of Educational Multimedia and Hypermedia. 12(2), 199-219. USA:AACE.

Handal, B. (2003). “Re-examining Categories of Computer_Based Learning in Mahtematics Education”. Contemporary Issues in Technology and Teacher Education, 3 (3), 275-287. [Online]. Tersedia://www.citejournal.org. [20 September 2005].

Posted in |

0 komentar: