Pengembangan Bahan Ajar Matematika Berbasis WEB

PENGEMBANGAN BAHAN AJAR MATEMATIKA BERBASIS WEB

Edi Suryawirawan *)

Abstraks: Permasalahan yang akan diungkap dalam penelitian ini adalah: 1) Bagaimanakah bahan ajar berbasis web yang baik?; 2) Bagaimanakah hasil belajar matematika siswa pada pokok bahasan dimensi tiga yang pembelajarannya menggunakan bahan ajar matematika berbasis web?; 3) Bagaimanakah sikap dan minat siswa terhadap pembelajaran matematika yang menggunakan bahan ajar matematika berbasis web ?; 4) Bagaimanakah pendapat guru tentang pembelajaran matematika yang menggunakan bahan ajar matematika berbasis web ? Tujuan yang ingin dicapai melalui penelitian ini adalah ingin menghasilkan prototipe bahan ajar berbasis website yang baik. Berdasarkan maksud dan tujuannya, penelitian ini digolongkan sebagai penelitian pengembangan (Development Research ), adalah metode penelitian yang digunakan untuk menghasilkan produk, dan menguji keefektifan produk tersebut (Sugiyono, 2007).Anggota populasinya adalah seluruh siswa kelas X SMA Negeri 3 Palembang tahun pelajaran 2007/2008 dengan pengambilan sampel secara acak. Instrumen penelitian terdiri dari tes, skala sikap dan kuisioner. Tes digunakan untuk mengetahui hasil belajar matematika siswa pada pokok bahasan dimensi tiga dengan menggunakan bahan ajar matematika berbasis web, sedangkan angket dimaksud untuk mengetahui sikap siswa dan minat siswa terhadap bahan ajar matematika berbasis web dan kuisioner digunakan untuk mengetahui pendapat guru tentang pembelajaran matematika yang menggunakan bahan ajar matematika berbasis web. Berdasarkan hasil dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa: 1) Hasil belajar siswa pada pokok bahasan dimensi tiga yang pembelajarannya menggunakan bahan ajar matematika berbasis web sangat memuaskan; 2) Sikap dan minat siswa terhadap pembelajaran matematika yang menggunakan bahan ajar matematika berbasis web sangat baik; 3) Pendapat guru tentang pembelajaran matematika yang menggunakan bahan ajar matematika berbasis web, cukup baik.

Kata Kunci : Bahan Ajar Matematika Berbasis Web

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Salah satu pesan atau amanat yang tercantum di dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) adalah proses pembelajaran harus diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik (Martono, 2008).

Kini, era digital sudah memasuki lorong-lorong kehidupan masyarakat di negeri ini. Internet (dunia maya) mampu menyajikan berbagai informasi terbaru, menarik, dan aktual. Namun sudah banyakkah rekan-rekan guru di negeri ini yang telah mencoba mengaksesnya untuk kepentingan pembelajaran? Dalam hal mengakses informasi, guru tak jarang kalah bersaing dengan murid-muridnya. Siswa didiknya sudah melaju mulus di atas jalan tol, tetapi sang guru masih bersikutat di balik semak belukar. Mereka sudah biasa mengakses internet, baik di rumah milik orang tuanya maupun di warnet, dan sudah akrab dengan istilah-istilah dasar internet, seperti browsing, search engine, e-mail, atau chatting. Oleh karena itu, sungguh pandangan keliru kalau pada abad gelombang informasi seperti sekarang ini masih ada seorang guru yang menganggap dirinya sebagai satu-satunya sumber belajar. Dunia persekolahan kita masih jauh dari sentuhan teknologi informasi dan komunikasi (TIK). Memang, ada beberapa sekolah yang telah menjadi clien TIK. Namun, sudahkah guru memaksimalkan penggunaannya untuk kepentingan pembelajaran? Ini sebuah “penyakit” yang sering kambuh dalam dunia pendidikan kita.“Pintar melakukan pengadaan barang, tapi gagap dalam merawat, memelihara, dan mengoperasikannya” (Martono, 2008).

Perkembangan TIK sangat pesat, saat ini ada satu milyar pengguna internet di dunia. Pengguna internet di Asia adalah 10%, sedangkan di Amerika mencapai 67%. Indonesia menduduki urutan ke 13 pengguna internet dunia dengan jumlah pengguna internet tahun 2006, sebanyak 18 juta orang. Angka itu mencapai 10 kali lebih besar dibanding lima tahun lalu. Tidak berlebihan apabila ada yang mengatakan bahwa TIK membawa gelombang baru menuju perubahan besar dalam sejarah kebudayaan manusia (Koesnandar, 2008; Saputro, 2008).

Apabila TIK diibaratkan arus badai, maka setidak-tidaknya ada tiga kemungkinan sikap kita menghadapinya, yaitu mencoba bertahan melawan arus, hanyut terbawa arus, atau memanfaatkan arus. Dalam perumpamaan ini, sikap yang paling tepat adalah yang terakhir, memanfaatkan arus sebagai sumber energi. Demikian pula dalam dunia pendidikan. Arus TIK telah masuk ke dunia pendidikan. Hadirnya TIK di sekolah, di ruang kelas, di rumah, bahkan di kamar tidur siswa, tidak lagi dapat dibendung. Hadirnya TIK bukan lagi sebuah pilihan, kita memilih ataupun tidak, era TIK telah hadir. Teknologi Informasi dan Komunikasi mempunyai potensi yang sangat besar untuk dimanfaatkan dalam dunia pendidikan. Pada blue print TIK Depdiknas, setidak-tidaknya disebutkan ada tujuh fungsi TIK dalam pendidikan, yakni sebagai sumber belajar, alat bantu belajar, fasilitas pembelajaran, standar kompetensi, sistem administrasi, pendukung keputusan, dan sebagai infrastruktur (Koesnandar, 2008).

Penggunaan teknologi informasi dan multimedia menjadi sebuah cara yang efektif dan efisien dalam menyampaikan informasi. Komputer merupakan salah satu bagian atau alat teknologi informasi yang memiliki potensi besar untuk meningkatkan kualitas pembelajaran. Khususnya dalam pembelajaran matematika, banyak hal abstrak atau imajinatif yang sulit dipikirkan peserta didik, dapat dipresentasikan melalui simulasi komputer. Latihan dan percobaan-percobaan eksploratif matematika dapat dilakukan peserta didik dengan menggunakan program-program sederhana untuk penanaman dan penguatan konsep, membuat pemodelan matematika, dan menyusun strategi dalam memecahkan masalah (Soekisno, 2007). Internet merupakan salah satu program yang memanfaatkan media komputer. Penggunaan Internet untuk keperluan pendidikan yang semakin meluas terutama di negara-negara maju, merupakan fakta yang menunjukkan bahwa dengan media ini memang dimungkinkan terselenggaranya proses belajar mengajar yang lebih efektif (Kedasih, 2008).

Penelitian yang dilakukan oleh Herlan (2006), menunjukkan bahwa hasil belajar siswa SMA yang mendapat Pembelajaran Berbasis Komputer memperoleh peningkatan kemampuan koneksi matematik yang lebih baik dibanding siswa yang belajar matematika dengan metode ekspositori.

Sampai saat ini bahan ajar matematika berbasis Web masih sangat terbatas, walaupun sudah ada seperti yang dilakukan oleh Pusat Teknologi Komunikasi (PUSTEKKOM) namun bahan ajarnya masih sedikit sekali. Alamat web dari PUSTEKKOM ini di http://www.e-dukasi.net.

Dimensi tiga merupakan salah satu materi yang abstrak dan di luar pengalaman siswa sehari-hari, sehingga materi ini menjadi sulit diajarkan guru dan sulit dipahami siswa. Visualisasi adalah salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mengkonkritkan sesuatu yang abstarak. Gambar dua dimensi atau model tiga dimensi adalah visualisasi yang sering dilakukan dalam proses belajar mengajar. Pada era informatika visualisasi berkembang dalam bentuk gambar bergerak (animasi) yang dapat ditambahkan suara (audio). Sajian audio visual atau lebih dikenal dengan sebutan multimedia menjadikan visualisasi lebih menarik (Soekisno, 2008).

Berangkat dari hal di atas penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “ Pengembangan bahan ajar matematika berbasis web pada pokok bahasan dimensi tiga di kelas X SMA Negeri 3 Palembang”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang, masalah pokok yang merupakan pertanyaan penelitian adalah :

1. Bagaimanakah bahan ajar berbasis web yang baik?

2. Bagaimanakah hasil belajar matematika siswa pada pokok bahasan dimensi tiga yang pembelajarannya menggunakan bahan ajar matematika berbasis web?

3. Bagaimanakah sikap dan minat siswa terhadap pembelajaran matematika yang menggunakan bahan ajar matematika berbasis web ?

4. Bagaimanakah pendapat guru tentang pembelajaran matematika yang menggunakan bahan ajar matematika berbasis web ?


C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk :

  1. Menghasilkan prototipe bahan ajar berbasis website yang baik.
  2. Mengetahui hasil belajar matematika siswa pada pokok bahasan dimensi tiga yang pembelajarannya menggunakan Bahan Ajar Matematika Berbasis Web.
  3. Mengetahui sikap dan minat siswa terhadap pembelajaran matematika yang menggunakan Bahan Ajar Matematika Berbasis Web.
  4. Mengetahui pendapat guru tentang pembelajaran yang menggunakan Bahan Ajar Matematika Berbasis Web.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat dilaksanakannya penelitian ini adalah :

  1. Menghasilkan bahan ajar matematika berbasis web yang dapat digunakan oleh siswa dan guru.
  2. Memberikan masukan kepada guru matematika untuk memanfaatkan kemajuan teknologi dan sarana yang telah tersedia dengan menerapkan pembelajaran yang menggunakan bahan ajar matematika berbasis web, sebagai pembelajaran alternatif dalam rangka meningkatkan kualitas hasil belajar siswa.
  3. Memberikan inspirasi untuk penelitian lebih lanjut tentang pengembangan pembelajaran matematika berbasis komputer.

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Pembelajaran Berbasis Web

Salah satu kosa kata yang muncul dan populer bersamaan dengan hadirnya teknologi imformasi dan komunikasi (TIK) dalam dunia pembelajaran adalah e-learning. E-learning merupakan kependekan dari elektronik learning. Secara generik e-learning berarti belajar dengan menggunakan elektronik. Kata elektronik sendiri mengandung pengertian yang spesifik yakni komputer atau internet, sehinga e-learning sering diartikan sebagai proses belajar yang menggunakan komputer atau internet. Sesungguhnya pengertian e-learning sendiri mempunyai makna yang sangat luas dan masih dipersepsikan secara berbeda-beda. Pengertian e-learning mencakup sebuah garis kontinum dari mulai menggunakan komputer dalam proses belajar sampai dengan pembelajaran berbasis web (Koesnandar, 2008). William Horton (dalam Sembel, 2008) menjelaskan bahwa, ”e-learning merupakan pembelajaran berbasis web yang bisa diakses dari Internet”.

E-learning terdiri dari dua bagian, yaitu ”e” yang merupakan singkatan dari ”elektronik” dan ”learning” yang berarti ”pembelajaran”. Jadi e-learning berarti pembelajaran dengan menggunakan jasa bantuan perangkat elektronika, khususnya perangkat komputer. Karena itu, maka e-learning sering disebut pula dengan ‘online course” (Triluqman, 2008). Setiaji (2008) mengatakan bahwa, ” e-learning merupakan suatu jenis belajar mengajar yang memungkinkan tersampainya bahan ajar ke siswa dengan menggunakan media internet, atau media jaringan komputer lain”. Jaya Kumar C (dalam Suyanto, 2005), mendefinisikan e-learning sebagai sembarang pengajaran dan pembelajaran yang menggunakan rangkaian elektronik (LAN, WAN, atau internet) untuk menyampaikan isi pembelajaran, interaksi, atau bimbingan.

Distance education adalah sebuah metode penyebaran materi pembelajaran yang terjadi ketika siswa dan guru dipisahkan tempat dan waktu, contoh pembelajaran jarak jauh adalah melalui surat, telepon dan interaksi dengan pembelajaran yang terjadi melalui halaman web, rekaman, video, atau teks tertulis. Pendidikan online merupakan salah satu pendidikan jarak jauh yang menuntut siswa untuk masuk kelas melalui internet dengan sarana utama pengiriman materi pembelajaran dan interaksi kelasnya dilaksanakan melalui hubungan dangan internet (Setiaji, 2008; Nusa dan Purbo, 2008).

Rosenberg (dalam Suyanto, 2005) menekankan bahwa e-learning merujuk pada penggunaan teknologi internet untuk mengirimkan serangkaian solusi yang dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan. Bahkan Onno W. Purbo (dalam, Suyanto, 2005) menjelaskan bahwa istilah “e” atau singkatan dari elektronik dalam e-learning digunakan sebagai istilah untuk segala teknologi yang digunakan untuk mendukung usaha-usaha pengajaran lewat teknologi elektronik internet. Internet, satelit, tape audio/video, TV interaktif dan CD-ROM adalah sebahagian dari media elektronik yang digunakan. Pengajaran boleh disampaikan secara ‘synchronously’ (pada waktu yang sama) ataupun ‘asynchronously’ (pada waktu yang berbeda). Materi pengajaran dan pembelajaran yang disampaikan melalui media ini mempunyai teks, grafik, animasi, simulasi, audio dan video.

De Porter (dalam Soekisno, 2008) mengungkapkan manusia dapat menyerap suatu materi sebanyak 70% dari apa yang dikerjakan, 50% dari apa yang didengar dan dilihat (audio visual), sedangkan dari yang dilihatnya hanya 30%, dari yang didengarnya hanya 20%, dan dari yang dibaca hanya 10%.

Rosenberg (dalam Surya, 2008) mengatakan e-learning merupakan satu penggunaan teknologi internet dalam penyampaian pembelajaran dalam jangkauan luas yang berlandaskan tiga kriteria yaitu: (1) e-learning merupakan jaringan dengan kemampuan untuk memperbaharui, menyimpan, mendistribusi dan membagi materi ajar atau informasi, (2) pengiriman sampai ke pengguna terakhir melalui komputer dengan menggunakan teknologi internet yang standar, (3) memfokuskan pada pandangan yang paling luas tentang pembelajaran di balik paradigma pembelajaran tradisional.

Menurut Allan J. Henderson (dalam Sembel, 2008), e-learning adalah pembelajaran jarak jauh yang menggunakan teknologi komputer, atau biasanya Internet. Henderson menambahkan juga bahwa e-learning memungkinkan pembelajar untuk belajar melalui komputer di tempat mereka masing-masing tanpa harus secara fisik pergi mengikuti pelajaran di kelas.

Setiap siswa memiliki kondisi yang berbeda antara satu dengan lainnya. Oleh karena itu siswa memerlukan bimbingan baik dari guru maupun dari orang tuanya dalam melakukan proses pembelajaran dengan dukungan TIK. Dalam kaitan ini guru memegang peran yang amat penting dan harus menguasai seluk beluk TIK dan yang lebih penting lagi adalah kemampuan memfasilitasi pembelajaran anak secara efektif. Peran guru sebagai pemberi informasi harus bergeser menjadi manajer pembelajaran dengan sejumlah peran-peran tertentu, karena guru bukan satu-satunya sumber informasi melainkan hanya salah satu sumber informasi (Surya, 2008).

Jadi Pembelajaran Berbasis Web adalah pembelajaran yang menggunakan internet, atau pembelajaran on line, tempat bahan ajar disiapkan atau diletakkan di suatu situs (Web).

B. Software bahan ajar

Teknologi selalu mencakup hardware dan software. Hardware akan berguna apabila tersedia software di dalamnya, demikian pula sebaliknya software baru akan dapat bermanfaat apabila ada hardware yang menjalankannya. Koesnandar (2008) mengemukakan bahwa Software dapat dikelompokkan menjadi tiga jenis, yaitu software operating sistem (OS), software aplikasi, dan software data atau konten. Operating sistem adalah software yang berfungsi sebagai sistem operasi, seperti DOS, Windows, Linux, dan Unix. Aplikasi adalah software yang digunakan untuk membangun atau menjalankan proses sesuai dengan perintah-perintah pemrograman, contohnya office, LMS, CMS. Sedangkan data atau bahan ajar termasuk ke dalam kelompok software konten, contohnya bahan ajar baik berupa teks, audio, gambar, video, animasi.

Dalam pengertian yang paling sederhana, suatu proses belajar akan terjadi apabila tersedia sekurang-kurangnya dua unsur, yakni orang yang belajar dan sumber belajar. Sumber belajar mencakup orang (nara sumber), alat (hardware), bahan (software), lingkungan (latar, setting). Bahan ajar adalah salah satu jenis dari sumber belajar.

Bahan belajar merupakan elemen penting dalam e-learning. Tidak ada e-learning tanpa ketersediaan bahan belajar. Untuk itu, maka kemampuan seorang guru dalam mengembangkan bahan ajar berbasis web menjadi sangat penting (Koesnandar, 2008).

C. Jenis bahan ajar

Bahan ajar adalah segala bentuk konten baik teks, audio, foto, video, animasi, yang dapat digunakan untuk belajar. Ditinjau dari subjeknya, bahan ajar dapat dikatogorikan menjadi dua jenis, yakni: (1) bahan ajar yang sengaja dirancang untuk belajar dan (2) bahan yang tidak dirancang namun dapat dimanfaatkan untuk belajar. Banyak bahan yang tidak dirancang untuk belajar, namun dapat digunakan untuk belajar, misalnya kliping koran, film, sinetron, iklan, atau berita. Karena sifatnya yang tidak dirancang, maka pemanfaatan bahan ajar seperti ini perlu diseleksi sesuai dengan tujuan pembelajaran.

Bahan belajar yang dirancang adalah bahan yang dengan sengaja disiapkan untuk keperluan belajar. Menurut Koesnandar (2008), ditinjau dari sisi fungsinya, bahan ajar yang dirancang dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok, yaitu bahan presentasi, bahan referensi, dan bahan belajar mandiri. Sedangkan ditinjau dari media, bahan ajar dapat kelompokkan menjadi bahan ajar cetak, audio, video, televisi, multimedia, dan web.

Sekurang-kurangnya ada empat ciri bahan ajar yang sengaja dirancang, yakni adanya tujuan yang jelas, ada sajian materi, ada petunjuk belajar, dan ada evaluasi keberhasilan belajar.

D. Bahan Ajar Matematika Berbasis Web

Sebagaimana sebutannya, Bahan Ajar Matematika Berbasis Web adalah bahan ajar yang disiapkan, dijalankan, dan dimanfaatkan dengan media web. Bahan ajar ini sering juga disebut bahan ajar berbasis internet atau bahan ajar on line.

Menurut Koesnandar (2008), terdapat tiga karakteristik utama yang merupakan potensi besar Bahan Ajar Matematika Berbasis Web, yakni:

- menyajikan multimedia

- menyimpan, mengolah, dan menyajikan informasi

- hyperlink

Karena sifatnya yang on line, maka bahan ajar berbasis web mempunyai karakteristik khusus sesuai dengan karakteristik web itu sendiri. Salah satu karakteristik yang paling menonjol adalah adanya fasilitas hyperlink. Hyperlink memungkinkan sesuatu subjek nge-link ke subjek lain tanpa ada batasan fisik dan geografis, selama subjek yang bersangkutan tersedia pada web. Dengan adanya fasilitas hyperlink maka sumber belajar menjadi sangat kaya. Search engine sangat membantu untuk mencari subjek yang dapat dijadikan link.

III. METODE PENELITIAN

A. Prosedur Penelitian

Berdasarkan maksud dan tujuannya, penelitian ini digolongkan sebagai penelitian pengembangan (Development Research ), adalah metode penelitian yang digunakan untuk menghasilkan produk, dan menguji keefektifan produk tersebut (Sugiyono, 2007).

Penelitian ini akan dilakukan sebanyak tujuh tahap yaitu:

1. Persiapan

Tahap ini meliputi analisis materi kurikulum matematika berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) pada pokok bahasan Dimensi Tiga, kontak dengan guru di sekolah serta penyiapan penjadwalan dan prosedur kerjasama dengan guru kelas yang dipakai.

2. Desain Produk

Pada tahap ini, peneliti mendesain Web tempat bahan ajar. Peneliti mendesain Web di situs gratis, tepatnya di http://www.geocities.com/edi_ict05. Di samping itu peneliti mendesain bahan ajar dengan menggunakan program powerpoint. Pada tahap ini juga peneliti medesain angket untuk siswa dan guru, untuk mengukur tanggapan siswa dan guru terhadap Bahan Ajar Matematika Berbasis Web.

3. Uji Pakar

Bahan Ajar Matematika Berbasis Web yang sudah didesain, dievaluasi oleh pakar untuk uji kevalidannya.

4. Uji coba I (Small group)

Pada tahap ini Bahan Ajar Matematika Berbasis Web dicobakan terhadap 5 orang siswa kelas X SMA Negeri 3 Palembang. Hal ini diharapkan dapat bermanfaat terhadap kualitas Bahan Ajar Matematika Berbasis Web tersebut dengan melihat masukan dari 5 orang siswa kelas X.

5. Revisi

Saran-saran serta hasil pekerjaan siswa dijadikan dasar untuk merevisi Bahan Ajar Matematika Berbasis Web tersebut.

6. Uji Coba Produk (Field test)

Pada tahap ini siswa kelas X melakukan pembelajaran dengan menggunakan Bahan Ajar Matematika Berbasis Web. Pada tahap ini juga dilakukan pengukuran pada siswa seperti, angket, dan tes, untuk melihat efek dan penilaian siswa terhadap pembelajaran yang menggunakan Bahan Ajar Matematika Berbasis Web.

7. Revisi

Untuk mendapatkan Bahan Ajar Matematika Berbasis Web yang baik dan valid, peneliti melakukan revisi-revisi sesuai dengan saran-saran serta hasil pekerjaan siswa baik yang menyangkut materi serta proses pelaksanaan pembelajaran. Hasil dari tahap ini dianggap sebagai hasil akhir yang dianggap sebagai Bahan Ajar Matematika Berbasis Web yang sudah Valid.

Langkah-langkah diatas dapat digambarkan seperti bagan berikut ini:


Gambar 1. Langkah Pengembangan (Zulkardi, 2002)

A. Lokasi dan Sampel Penelitian

  1. Lokasi Penelitian

Penelitian dilaksanakan di SMA Negeri 3 Palembang. Saat ini telah memiliki ruang multimedia, ruang internet dan laboratorium komputer, lengkap dengan LCD proyektor sebanyak 4 buah dan 5 buah notebook yang disediakan untuk keperluan guru mengajar. Itu sebabnya, penulis melakukan penelitian pada sekolah ini.

  1. Sampel Penelitian

Produk akan diujicobakan pada siswa kelas I (kelas X) SMA Negeri 3 Palembang, subjek sampelnya diambil satu kelas dari 9 kelas secara acak kelas. Alasan menjadikan kelas I (kelas X) sebagai subjek penelitian adalah karena siswa kelas I SMA Negeri 3 Palembang telah memiliki prasyarat untuk mempelajari dimensi tiga dan telah familiar dengan komputer. Di samping itu peneliti ingin siswa kelas I (kelas X) lebih awal untuk mengenal bahan ajar matematika berbasis web.

B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional

Variabel dalam penelitian secara umum terbagi dua, yaitu:

  1. Variabel bebas, yaitu: Pembelajaran Matematika Berbasis Web yang valid dan praktis, menggunakan softwere powerpoint yang berisikan materi-materi pembelajaran yang ditempatkan di suatu situs atau web. Pengembangan ini terdiri dari analisis, desain, evaluasi dan revisi.
  2. Variabel Terikat, yaitu:
    • Pengetahuan siswa tentang konsep dimensi tiga yang pembelajarannya menggunakan Bahan Ajar Berbasis Web.
    • Sikap dan minat siswa terhadap pembelajaran yang menggunakan Bahan Ajar Matematika berbasis web.
    • Pendapat guru tentang Bahan Ajar Matematika Berbasis Web.

C. Pengembangan Instrumen (Alat Pengumpul Data Penelitian)

Untuk memperoleh informasi tentang hasil belajar matematika siswa pada pokok bahasan dimensi tiga yang pembelajarannya menggunakan Bahan Ajar Matematika Berbasis Web, dan mengungkapkan aspek afektif siswa, dalam hal ini sikap dan minat siswa terhadap pembelajaran matematika yang menggunakan Bahan Ajar Matematika Berbasis Web serta untuk mengetahui pendapat guru tentang pembelajaran matematika yang menggunakan Bahan Ajar Matematika Berbasis Web, maka diperlukan alat pengumpul data (instrumen) yang terdiri dari:

  1. Tes

Tes digunakan untuk mengukur hasil belajar siswa setelah pembelajaran menggunakan Bahan Ajar Matematika Berbasis Web. Bahan tes disesuaikan dengan materi pelajaran yang sudah dipelajari. dengan mengacu pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), yaitu pokok bahasan Dimensi Tiga. Sebelum perangkat tes dibuat terlebih dahulu dibuat kisi-kisi pembuatan soal yang dipakai menggunakan format yang terdiri dari materi pembelajaran, indikator, nomor soal, tingkat kesukaran, dan jumlah soal. Untuk memperoleh perangkat tes yang memenuhi kriteria tes yang baik, maka sebelum dapat digunakan, tes yang telah disusun dikonsultasikan, validitas isi (content validity) kepada sesama peneliti untuk mendapat masukan, baru kemudian kepada pembimbing. Validitas isi suatu tes artinya seberapa jauh suatu tes mengukur tingkat penguasaan terhadap isi suatu materi tertentu yang seharusnya dikuasai sesuai dengan tujuan pengajaran. Dengan kata lain tes yang mempunyai validitas isi yang baik adalah tes yang benar-benar mengukur penguasaan materi yang seharusnya dikuasai sesuai dengan konten pengajaran yang tercantum dalam kurikulum (Djaali dan Muljono 2004). Ada dua tes yang akan dilakukan yaitu:

a. Tes formatif, yang dilakukan untuk produk website.

b. Tes ujicoba (tes semi sumatif), yang dilakukan untuk mengukur efek terhadap hasil belajar siswa.

  1. Skala Sikap

Aspek afektif yang diungkapkan dalam penelitian ini adalah sikap dan minat. Keduanya merupakan sebagian dari penentu keberhasilan belajar siswa. Sikap adalah perasaan positif atau negatif terhadap suatu obyek (Djaali dan Muljono, 2004; Ruseffendi, 1994).

Untuk mengukur sikap dan minat siswa terhadap Pembelajaran Matematika Berbasis Web, maka penulis menyusun Attitude Scales (Skala Sikap) yang terdiri dari pernyataan bersifat positif dan negatif untuk direspon siswa yang mencakup sikap dan minat siswa terhadap kedua objek tersebut. Skala instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah Skala Likert. Dalam pengukuran, sering terjadi kecendrungan responden memilih jawaban tidak memihak (ragu-ragu). Untuk mengatasi hal tersebut, Skala Likert hanya menggunakan empat pilihan, agar jelas sikap dan minat responden, yaitu: sangat setuju (SS), setuju (S), tidak setuju (TS), dan sangat tidak setuju (STS). Waktu pengisian Skala Sikap ini diperkirakan tidak lebih dari 30 menit. Skala Sikap diberikan pada akhir seluruh kegiatan pembelajaran.

  1. Kuesioner

Selain data yang diperoleh dari siswa, pendapat dan masukan dari guru-guru pun merupakan informasi penting yang mendukung hasil penelitian ini. Untuk itu, dibuat kuesioner yang terdiri dari pertanyaan-pertanyaan substansial seputar Pembelajaran yang Menggunakan Bahan Ajar Matematika Berbasis Web.

D. Analisis Data

  1. Data hasil tes

Data hasil tes yang diperoleh dari penelitian ini akan dianalisis secara deskriftif kualitatif. Skor hasil tes siswa akan dikelompokkan dalam katagori sebagai berikut:

Tabel 1

Katagori Hasil Belajar

Skor

Katagori

85 – 100

75 – 84

65 – 74

55 – 64

0 – 54

Sangat Baik

Baik

Cukup

Kurang

Sangat Kurang

(Modifikasi dari: KTSP SMAN 3 Palembang)

  1. Mengolah Data Skala Sikap

Hasil pengukuran sikap dan minat siswa dihitung untuk setiap butir pernyataan dengan cara mencari nilai rata-rata dari masing-masing pernyataan tersebut dan kemudian mendeskriftifkannya secara kualitatif dengan menggunakan skala Likert. Kemudian dibandingkan dengan rata-rata netralnya. Skala Likert adalah skala yang dapat dipergunakan untuk mengukur sikap, pendapat seseorang tentang variabel, konsep atau fenomena pendidikan (Djaali, 2004: 37). Dalam pengukuran, sering terjadi kecendrungan responden memilih jawaban tidak memihak (ragu-ragu). Untuk mengatasi hal tersebut, Skala Likert hanya menggunakan empat pilihan, agar jelas sikap dan minat responden, yaitu: sangat setuju (SS), setuju (S), tidak setuju (TS), dan sangat tidak setuju (STS). Masing-masing jawaban dikaitkan dengan angka atau nilai, untuk penyataan positip SS = 4, S = 3, ST = 2, SST = 1 sedangkan untuk pernyataan negatip SST = 4, TS = 3, S = 2, SS = 1 (Nasoetion, 2007).

  1. Data Kuisioner

Data hasil kuisioner terhadap guru matematika yang diperoleh akan dideskriftifkan.





DAFTAR PUSTAKA

Djaali dan P. Muljono. 2004. Pengukuran dalam Bidang Pendidikan. Program

Pascasarjana Universitas Negeri Jakarta, Jakarta, Indonesia.

Herlan, A. 2007. Mengembangkan Pembelajaran Berbasis Komputer Untuk Meningkatkan

Kemampuan Koneksi Matematik Siswa SMA. Tesis Program Magister Pendidikan Matematika Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia (tidak dipublikasikan).

Koesnandar. 2008. Pengembangan Bahan Ajar berbasis Web, (http://www.e-dukasi.net/

artikel/index.php?id=54, diakses 19 Februari 2008).

Kedasih, A. 2008. Model Pembelajaran-learning,

(http://www.google.co.id/search?q=pembelajaran%2Bdengan%2Bmenggunakan%2Be-learning&hl=id&start=10&sa=N, diakses 10 Maret 2008).

Martono, Y. D. 2008. Pembelajaran Berbasis TIK dan Permasalahannya, (http://media

diknas.go.id/media/dokumen/4817.pdf, diakses 20 Februari 2008).

Nasoetion, N. 2007. Evaluasi Pembelajaran Matematika, Universitas Terbuka, Jakarta, Indonesia.

Nusa, R. K dan O. W. Purbo. Pendidikan Jarak Jauh Berbasis Web,

(http://www.google.co.id/search?q=pembelajaran%2Bberbasis%2Bweb&hl=id&start=20&sa=N, diakses 12 Februari 2008).

Ruseffendi. 1994. Dasar-Dasar Penelitian Pendidikan dan Bidang Non-Eksakta Lainnya,

IKIP Semarang, Semarang, Indonesia.

Suyanto, A. H. 2005. Mengenal E-learning, (http://asep-hs.web.ugm.ac.id/Artikel

ELEARNING/MENGENAL%20E-LEARNING.pdf, diakses 25 Februari 2008).

Surya, M. 2008. Potensi Teknologi Informasi dan Mutu Pembelajaran di Kelas,

(http://www.e-dukasi.net/artikel/index.php?id=43, diakses 19 Februari 2008)

Sembel, R. 2004. Yang Perlu Anda Tahu Tentang E-learning, (http://sinarharapan.co.id/

ekonomi/mandiri/2004/0217/man01.html, diakses 4 Maret 2008).

Sokisno, B. A. 2007. Pengembangan ICT Dalam Pembelajaran di SMA, (http://rbaryans.

wordpress.com/2007/02/23/pengembangan-ict-dalam-pembelajaran-di-sma/, diakses 11 Maret 2008).

Setiaji, 2008. Sistem Pembelajaran Berbasis Internet, (http://132069.blogspot.com/2008/01/

e-learning.html, diakses 22 Februari 2008).

Sugiyono, 2007. Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan

R&D) Alfabeta Bandung, Indonesia.

Saputro, B. 2008. Pengembangan Bahan Belajar Berbasis Web,

(http://bentarsaputro.blogspot.com/2008/02/pengembangan-bahan-belajar-berbasis-web.html, diakses 6 April 2008).

Triluqman, H. 2008. E-learning Berbasis Web sebagai Bahan Belajar Mandiri,

(http://teoripembelajaran.blogspot.com/2008/01/e-learning-berbasis-web-sebagai-bahan.html, diakses 28 Februari 2008).

Zulkardi. 2002. Formative Evaluation, (http://www.geocities.com/zulkardi/books.html,

diakses 6 April 2008).


Posted in | 0 komentar

Pengembangan Bahan Ajar Berbasis ICT

PENGEMBANGAN BAHAN AJAR BERBASIS ICT

Edi Suryawirawan *)

Abstraks

Pembelajaran matematika dengan menggunakan bahan ajar berbasis ICT

memberi peluang pada siswa untuk memahami matematika lebih mudah dan menyenangkan.

Kata Kunci : Pengembangan Bahan Ajar Berbasis ICT


PENDAHULUAN

Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah melalui Departemen Pendidikan Nasional dan Dinas Pendidikan di setiap propinsi untuk mengkaji serta meningkatkan hasil belajar siswa diantaranya : penyempurnaan kurikulum, materi pelajaran, proses pembelajaran, penataran dan pendidikan bagi guru pada jenjang yang lebih tinggi. Soejadi (1994: 36) menyatakan bahwa kegiatan pembelajaran matematika dijenjang sekolahan merupakan suatu kegiatan yang harus dikaji dan jika perlu diperbaharui agar dapat sesuai dengan kemampuan siswa serta tuntutan masyarakat.

Matematika sebagai salah satu ilmu dasar telah berkembang sangat pesat, baik materi maupun penerapannya. Perkembangan ini sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang membutuhkan penggunaan matematika, sehingga perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi ikut memacu perkembangan matematika itu sendiri. Oleh karena itu pemahaman tentang matematika sekolah yang diperoleh melalui pembelajaran matematika di SMA dapat dijadikan sebagai landasan untuk memahami atau menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi pada tingkat pendidikan selanjutnya.

Sekolah Kategori Mandiri (SKM) merupakan pengkategorian yang dilakukan pemerintah terhadap keterlaksanaan delapan standar nasional termasuk penerapan sistem Satuan Kredit Semester (SKS ). Pengkategorian tersebut merupakan upaya pemetaan kualitas pendidikan terhadap kualitas keterlaksanaan pemenuhan standar nasional pendidikan dalam rangka peningkatan mutu pendidikan. Pemerintah melalui PP Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan telah menetapkan bahwa satuan pendidikan wajib menyesuaikan diri dengan ketentuan Peraturan Pemerintah tersebut paling lambat (7 ) tahun sejak diterbitkannya PP tersebut. Menindaklanjuti kebijakan tersebut maka mulai tahun 2007, Dit.Pembinaan SMA melakukan pembinaan pengembangan sekolah formal kategori mandiri dengan pendekatan rintisan.

Salah satu alternatif pembelajaran yang disesuaikan dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) adalah dengan menggunakan bahan ajar berbasis ICT dapat dibuat interaktif sehingga siswa dapat belajar dengan berulang-ulang sehingga memungkinkan siswa dapat lebih memahami materi pelajaran dengan baik. McDonough (dalam Paramata, 1996:2) menyatakan bahwa penggunaan komputer dalam pembelajaran akan memberikan stimulus untuk belajar, menciptakan audio-visual, membantu recalling (pemanggilan kembali) konsep yang telah dipelajari, mengefektifkan respon siswa, mendorong cara belajar interaktif, membebaskan guru dari tugas-tugas yang berulang, dan menyediakan sumber-sumber belajar yang mudah dimodifikasi.

Adapun tujuan dari makalah ini antara lain adalah :

1. Mengetahui sejauh mana peningkatan kemampuan antara siswa yang mendapat pembelajaran dengan menggunakan bahan ajar berbasis ICT dengan siswa yang mendapat pembelajaran yang dilakukan secara konvensional

2. Mengetahui sikap dan minat siswa terhadap mata pelajaran matematika dengan menggunakan bahan ajar berbasis ICT

3. Mengetahui pendapat guru tentang pembelajaran matematika dengan menggunakan bahan ajar berbasis ICT

Sementara manfaatnya adalah sebagai berikut :

1. Menghasilkan pembelajaran matematika berbasis ICT yang dapat digunakan untuk membantu guru dalam proses pembelajaran

2. Memberikan motivasi kepada guru matematika untuk memanfaatkan kemajuan teknologi dan sarana yang telah tersedia dengan menerapkan pembelajaran matematika berbasis ICT, sebagai pembelajaran alternatif dalam rangka meningkatkan kualitas hasil belajar siswa

3. Memperluas pandangan siswa terhadap matematika sehingga siswa dapat menggunakan dan menghargai antara matematika dengan disiplin ilmu ilmu lain dan matematika dengan kehidupan sehari-hari

Computer-Aided Instruction atau Computer-Asisted Intruction (CAI), di Indonesia biasa disebut Pembelajaran Berbasis komputer atau pembelajaran berbantuan komputer. Menurut Arnold (2005), meskipun sulit untuk mengasess efektivitas system pembelajaran yang menggunakan bantuan komputer ini, namun sejumlah studi telah melaporkan bahwa CAI telah berhasil meningkatkan skor ujian, memperbaiki sikap siswa, dan mempersingkat waktu yang dibutuhkan untuk pengajaran. Petunjuk yang substansial dari hasil studi yang sangat beragam, adalah bahwa pembelajaran berbantuan komputer dapat meningkatkan kualitas pembelajaran di semua jenjang pendidikan.

Penggunaan komputer di sekolah dikatagorikan oleh Taylor (Handal, 2002) sebagai tutor ,tool dan tutee. Sebagai tutor, komputer berperan membimbing siswa dalam belajar individual. Sebagai tool, siswa menggunakan komputer untuk pengolah data, grafik, atau pemodelan matematik. Sebagai tutee, komputer diprogram untuk memecahkan masalah. Katagori tutor, tool, dan tutee diajukan Taylor pada tahun 1980. Pada tahun 1985, Alessi dan Trollip membuat framework untuk konseptualisasi peranan komputer dalam pendidikan. Mereka mengajukan lima katagori untuk pembelajaran berbantuan komputer (CAI), yaitu drill, tutorial, games, dan tes. Jika dibandingkan dengan katagori yang dibuat Taylor, maka katagori yang dibuat Alessi dan Trollip dapat dianggap sebagai subkatagori dari tutor.

Seiring dengan pesatnya perkembangan teknologi dan berubahnya paradigma pembelajaran dari behaviourisme ke konstruktivisme, pada tahun 2001 Alessi dan Trollip mengkaji ulang katagori yang dibuatnya dan mengajukan katagori baru bagi peranan komputer dalam pendidikan, yaitu: drills, tutorial, games, simulasi, hypermedia, dan tool and open-ended learning environments. Katagori-katagori ini dapat saling beririsan. Sebagai contoh, prestasi tutorial dapat diorganisir melalui jaringan-jaringan informasi, sehingga dapat berperan sebagai hypermedia.

Tipe drills menampilkan serangkaian pertanyaan-pertanyaan untuk direspon siswa dan komputer memberikan umpan balik. Karakteristiknya yang repetitif, merefleksikan pendekatan behaviourisme yang berfokus pada ketuntasan belajar.

Tipe tutorial, tidak hanya menampilkan informasi, tetapi juga membimbing siswa melalui proses pembelajarannya. Tutorial dimulai dengan introduksi terhadap pelajaran, baru kemudian informasi ditampilkan. Selanjutnya siswa menjawab serangkaian pertanyaan, dan program mengevaluasinya. Respon yang muncul biasanya kata-kata ”maaf”, ”bagus”, ”coba lagi”, atau ”jawaban yang benar adalah ...”. Pengguna tutorial dapat dapat mengatur sendiri kecepatan belajarnya.

Katagori berikutnya adalah games atau permainan dan simulasi. Keduanya merupakan aktivitas yang berorientasi pada tujuan. Dengan menggunakan simulator atau games, siswa memasuki situasi dinamis yang melibatkan multimedia di mana mereka harus meresponnya. Berbeda dengan games, dalam simulasi tidak ada kompetisi.

Hypermedia, berbeda dengan yang lainnya dalam hal pengorganisasian informasi. Pendekatan hypermedia mengkombinasikan hypertext dengan multimedia. Multimedia adalah gabungan berbagai format seperti teks, suara, gambar, dan vidio yang saling mendukung. Hypertext didefenisikan sebagai suatu databese yang memiliki penghubung aktif yang memungkinkan pembaca (pengguna) untuk berpindah dari satu bagian ke bagian lain sesuai keinginannya (Schneiderman dan Kearsley, 1989 dalam Handal, 2003). Jadi, hypermedia adalah lingkungan belajar di mana pengetahuan disampaikan melalui jaringan-jaringan informasi.

Katagori terakhir adalah tool and open-ended learning environment. Dalam pendidikan matematika, alat (tool) seperti spreadsheet, database, dan graphics packages membantu pemecahan masalah dan mendukung pembelajaran open-ended. Dengan menggunakan spreadsheet, database, dan graphics packages siswa dapat melakukan pengamatan dan investigasi berbagai konsep matematika seperti geometri, aljabar dan relasi. Guru dapat menggunakan alat-alat ini (tools)untuk membantu siswa mempelajari matematika melalui proses berfikir tingkat tinggi, dan bukan mempelajari tools tersebut secara sederhana.

Peristiwa belajar terjadi kapan saja dan dimana saja, yaitu ketika terjadi interaksi antara pebelajar dengan sumber belajar, interaksi dapat terjadi melalui media. Itulah sebabnya, media berguna dalam pembelajaran (Chaeruman, 2005). Media pembelajaran yang sedang populer saat ini adalah multimedia interaktif. Multimedia dapat didefenisikan sebagai gabungan dari teks, gambar, animasi, grafik, suara dan video, untuk menampilkan informasi di bawah kendali komputer (Macaulay, 2003) interaktif artinya bahwa rancangan multimedia dapat berinteraksi dengan penggunanya melalui tombol-tombol navigasi.

Aplikasi multimedia dapat meningkatkan kualitas pembelajaran siswa. Pembelajaran yang aktif menunjukkan bahwa prosentase ingatan: 10% berasal dari apa yang dibaca, 20% dari apa yang didengar, 30% dari apa yang dilihat, 50% dari apa yang dilihat dan didengar, 70% dari apa yang dikatakan, dan 90% dari apa yang dikatakan dan dilakukan (Todd, 1997 dalamskicioglu dan Kopec, 2003).

Hasil pengamatan lain mengungkapkan, siswa mengingat 20% dari apa yang dilihat, 30% dari apa yang didengar, 50% dari apa yang dilihat dan didengar, dan 80% dari apa yang dilihat, didengar, dan dirasakannya dengan interaksi langsung (Shelly, Waggoner, Cashman & Waggoner, 1998 dalam Eckcioglu dan Kopec, 2003).

Pengembangan media pembelajaran berbasis komputer harus dilakukan dengan perencanaan yang matang. Chaeruman (2005) merincikan lima tahap (prosedur umum) pengembangan media pembelajaran, yaitu: analisis, desain, pengembangan, implementasi, dan evaluasi. Analisis kebutuhan, analisis instruksional dan analisis garis besar isi program dilakukan pada tahap pertama. Tahap kedua yaitu desain, adalah tahap dimana garis besar isi program dijabarkan. Pada tahap ini desain pembelajaran, desain komunikasi visual, dan diagram alur program dipersiapkan. Tahap berikutnya adalah tahap pengembangan. Pengembangan dilakukan dengan menggunakan dukungan software yang sesuai. Media pembelajaran dikembangkan mengikuti alur yang telah direncanakan. Tahap terakhir adalah tahap implementasi dan evaluasi terhadap pengguna. Evaluasi juga dilakukan di setiap tahap, untuk kemudian dilakukan revisi berdasarkan hasil evaluasi.

Penilaian terhadap kelayakan suatu media pembelajaran dapat dilihat dari berbagai aspek, seperti yang dikemukakan oleh McAlpine dan Weston (Chaeruman, 2005). Aspek-aspek tersebut yaitu: desain instruksional, substansi materi, bahasa, dan teknis penyajian. Berikut ini rincian dari masing-masing aspek media pembelajaran yang harus diperhatikan:

a) Desain instruksional

Aspek desain instruksional dari suatu media pembelajaran harus terlihat memiliki: kejelasan sasaran; kejelasan tujuan pembelajaran; kejelasan uraian materi; pemberian latihan dan umpan balik; pemanfaatan aspek pendagogis; ketepatan evaluasi; konsistensi antara tujuan, materi dan evaluasi; ketepatan contoh, ilustrasi, analogi, dan lain-lain.

b) Substansi materi

Beberapa hal yang penting untuk diperhatikan dalam suatu media pembelajaran berdasarkan aspek substansi materi adalah: kebenaran isi; kecukupan materi; keluasan dan kedalaman materi; aktualitas; dan kontektualitas.

c) Bahasa

Bahasa sangat menentukan kelayakan suatu media pembelajaran. Oleh karena itu, yang harus diperhatikan dalam penggunaan bahasa adalah: pemilihan kosa kata; pemilihan struktur kalimat; pemilihan bahasa komunikatif dan menantang; penggunaan kalimat aktif dan pasif; sistematika (heading subheading; dan lain-lain)

d) Teknis penyajian

Teknis penyajian adalah aspek yang paling kompleks yang dapat dilihat dari suatu media pembelajaran. Hal-hal yang harus diperhatikan adalah: struktur program; logika berfikir pemprograman; kompatibilitas; kreativitas; kemudahan penggunaan; grafis, teks, hurup, movie, animasi, warna, musik, navigasi, dan efek suara.

Dalam pengembangan media pembelajaran, dalam pembelajaran berbasis komputer, Budiwaspada (2005) menyatakan bahwa kebenaran materi adalah mutlak, sedangkan menarik atau tidaknya suatu bahan ajar sangat tergantung pada ”kedekatan bahasa” komunikasinya antara penyaji dan penerima pesan, dan hal ini dapat dicapai jika pengembang bahan ajar memahami betul-betul keinginan target audience (dalam hal ini siswa). Tidak perlu seluruh layer dan durasi pengajaran dieksplorasi secara kreatif. Adakalanya materi pelajaran disajikan dalam visualisasi yang bernada datar dan biasa-biasa saja, untuk kemudian pada materi tertentu (yang menjadi pokok permasalahan) visualisasi diolah secara optimum, bahkan bila perlu disertai ilustrasi dan gerak (animasi maupun video) dan suara (narasi, dialog, dan sound effect) yang tepat. Penekanan ini akan membuat para siswa merasakan bahwa materi tersebutlah yang menjadi pokok permasalahannya.

e) Tutorial Interaktif

Media pembelajaran yang kiranya tepat untuk digunakan dalam pembelajaran berbasis komputer di sekolah adalah multimedia interaktif berbentuk tutorial, atau disebut juga tutorial interaktif. Kelebihan-kelebihan multimedia telah dibahas pada bagian terdahulu. Sedangkan kelebihan-kelebihan dan juga kekurangan tutorial dibahas dalam bab ini.

Tutorial selangkah lebih maju dibanding aktivitas drill and practice, karena tutorial tidak hanya menampilkan informasi tetapi juga memberikan bimbingan kepada siswa melalui proses belajar. Tutorial mempunyai potensi untuk diterapkan dalam pembelajaran interaktif secara online, karena tutorial menyediakan berbagai peluang untuk memotivasi siswa melalui kapabilitas multimedia. Tutorial memungkinkan siswa untuk belajar secara mandiri dan menyediakan kesempatan untuk melakukan penguatan (reinforcement), memperbaiki kesalahan, dan menjelaskan tentang kesalahpahaman (Schwier&Misanchuk, dalam Handal, 2003). Tutorial cukup efektif untuk menampilkan informasi faktual, untuk mempelajari strategi pemecahan masalah (Handal, 2003).

Tutorial berguna untuk memfasilitasi pembelajaran mandiri, akan tetapi kurang efektif untuk digunakan dalam belajar berkolaborasi. Salah satu keuntungan dari tutorial adalah memiliki potensi untuk mengajar siswa yang tidak memiliki guru yang qualified dalam penguasaan materi tertentu. Hal ini sangat relevan dengan keadaan pendidikan matematika di Indonesia, dimana hasil penelitian Wahyudin (1999) menunjukkan bahwa tingkat penguasaan guru matematika SLTP yang rata-rata kerjanya 10 tahun dalam mata pelajaran matematika masih rendah yaitu sebesar 51,5 %. Hal yang sama juga terjadi pada guru SMA. Kemampuan mengajar guru matematika SMA, yang sepintas tampak seperti menguasai topik yang sedang diajarkannya, tetapi ternyata yang dikuasainya hanya fakta, dan sebagian dari faktapun ada yang tidak dikuasainya. Tutorial yang dikembangkan dengan baik kiranya dapat membantu siswa maupun guru untuk memahami topik yang belum dikuasainya.

Penggunaan software tutorial dapat dilakukan dengan berbagai cara sesuai tujuan pembelajaran. Sebagai contoh, tutorial dapat digunakan untuk mendukung dan memperkuat pembelajaran di kelas, untuk mengajarkan topi-topok tertentu, untuk mengaktifkan pengetahuan awal siswa dalam suatu bahasan sebelum masuk ke materi pokok, atau untuk mengembangkan diskusi kelas atau kerja kelompok. Tutorial juga dapat digunakan sebagai pembelajaran pengganti untuk siswa yang ketinggalan pelajaran, untuk mengulang pelajaran terdahulu atau untuk remidiasi.

f) Sikap dan Minat

Perasaan, sikap, minat, emosi, dan nilai merupakan watak perilaku yang tercakup dalam ranah afektif. Menurut Popham (Tim Peneliti UNY, 2004), ranah afektif menentukan keberhasilan belajar seseorang. Orang yang tidak memiliki minat pada pelajaran tertentu sulit untuk mencapai keberhasilan studi secara optimal. Oleh karena itu, semua guru harus mampu membangkitkan minat semua siswa terhadap pelajaran yang diajarkannya. Keberhasilan pembelajaran pada ranah kognitif dan psikomotor sangat ditentukan ditentukan oleh kondisi afektif siswa. Siswa yang memiliki minat belajar dan sikap positif terhadap pelajaran akan merasa senang mempelajari mata pelajaran tersebut, sehingga diharapkan dapat mencapai hasil belajar yang optimal.

Menurut Krathwohl (Tim Peneliti PPS UNY, 2004) bila ditelusuri, hampir semua tujuan kognitif mempunyai komponen afektif. Peringkat ranah afektif menurut taksonomi Krathwohl ada lima, yaitu: receiving (attending), responding, voluing, organization, dan characterization. Pada level receiving atau attending, siswa memiliki keinginan menghadiri atau mengunjungi fenomena khusus atau stimulus, misalnya kelas, kegiatan, musik, buku, dan sebagainya.



DAFTAR KEPUSTAKAAN

Budiwaspada, A. E. (2005). ”Desain Komunikasi Visual untuk Media Pembelajaran Berbasis Teknologi Informasi”. Makalah pada Workshop Penyempurnaan Hasil Karya Lomba Pembuatan Media Pembelajaran SMA Berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi Dikmenum, Jakarta.

Chaeruman, U. A. (2005). ”Prinsip dan Prosedur Pengembangan Media Pembelajaran”. Makalah pada Workshop Penyempurnaan Hasil Karya Lomba Pembuatan Media Pembelajaran SMA Berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi Dikmenum, Jakarta.

Departemen Pendidikan Nasional (2004) Kurikulum Kompetensi, Jakarta:Puskur Depdiknas.

Balac heff, N. Dan Kaput, J.J. (1996), ”Computer-Based Learning Environments in Mathematics”, dalam Elliot. (1996), Communication in Mathematics K-12 and Beyond. Reston, VA: The National Council of Teachers of Mathematics, Inc.

Budiana, (2003). Penggunaan Komputer dalam Pembelajaran Remedial Matematika untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa. Tesis Magister pada PPS UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Coxford, A.F. (1995). ”The Case for Connections”, dalam P.A. House (1995), Connecting Mathematics across the Curriculum. Yearbook. Virginia: The National Council of Teachers of Mathematics, Inc.

Eskicioglu, A.M. dan Kopec, D. (2003). ”TheIdeal Multimedia-Enabled Classroom: Perspectives from Psychology, Education, and Information Science”. Journal of Educational Multimedia and Hypermedia. 12(2), 199-219. USA:AACE.

Handal, B. (2003). “Re-examining Categories of Computer_Based Learning in Mahtematics Education”. Contemporary Issues in Technology and Teacher Education, 3 (3), 275-287. [Online]. Tersedia://www.citejournal.org. [20 September 2005].

Posted in | 0 komentar