Pembelajaran Berbasis TIK dan Permasalahannya

PEMBELAJARAN BERBASIS TIK
DAN PERMASALAHANNYA
Oleh : Yulianto Dwi Martono

Pendahuluan
Proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik (Dwi Martono, Yulianto, 2008)
Secara jujur harus diakui, proses pembelajaran yang didesain oleh guru saat ini masih mengebiri potensi siswa didik. Alih-alih berlangsung interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik, proses pembelajaran pun tak jarang berlangsung monoton dan membosankan.
Yang lebih memprihatinkan, masih muncul opini di kalangan sebagian besar guru bahwa pembelajaran dikatakan berhasil apabila suasana kelas berlangsung diam alias bisu dan siswa patuh dengan komando. Suasana kelas pun seringkali berubah mirip ruang karantina untuk “mencuci otak” siswa didik. Pembelajaran jauh dari dialog, bercurah pikir, apalagi dialog interaktif. Siswa yang kritis dan sering bertanya justru sering diberi stigma sebagai siswa “ngeyelan” dan cerewet. Siswa ber-”talenta” semacam itu tak jarang memancing adrenalin emosi guru yang tidak siap menjawab pertanyaan siswa. Dengan otoritas yang dimilikinya, guru bak sipir penjara yang tengah mengawasi perilaku narapidana (tengok di sini, di sini, dan di sini).
Kedua, dunia persekolahan kita masih jauh dari sentuhan teknologi informasi dan komunikasi. Memang, sudah banyak sekolah yang telah menjadi clien ICT.
Namun, sudahkah guru memaksimalkan penggunaannya untuk kepentingan
pembelajaran? Ini sebuah “penyakit” yang sering kambuh dalam dunia pendidikan kita.“Pintar melakukan pengadaan barang, tapi gagap dalam merawat, memelihara, dan mengoperasikannya”. Nilai gengsi dan prestise lebih diutamakan ketimbang substansi kepentingan dan manfaatnya.
Ketiga, belum ada perubahan paradigma pendidikan dalam dunia persekolahan kita. Meskipun sistem telah berubah, dari sentralistis ke desentralistis, tapi gaya pengelolaan dunia persekolahan kita tak ada bedanya dengan yang dulu-dulu. Kepemimpinan sekolah masih bergaya feodalistis bak borjuis kecil. Para penyelenggara pendidikan yang seharusnya melayani, tetapi justru minta dilayani. Praktik pendidikan pun masih selalu menunggu petunjuk dari atas; miskin kreativitas dan inovasi. Sekolah banyak mendapatkan droping peralatan dan fasilitas, tapi mereka tidak pernah mau belajar bagaimana cara menggunakannya. Tidak heran apabila subsidi perangkat televise yang seharusnya sudah dimanfaatkan mengakses siaran TV-Education, masih banyak yang “ndongkrok”, bahkan masih terbungkus rapi.
Keempat, pemberdayaan profesionalisme guru yang masih “jalan di tempat”. Kini, era digital sudah merasuki lorong-lorong kehidupan masyarakat di negeri ini. Dunia maya mampu menyajikan berbagai informasi terbaru, menarik, dan aktual. Namun, sudah banyakkah rekan-rekan guru di negeri ini yang telah mencoba mengaksesnya untuk kepentingan pembelajaran?. Dalam hal mengakses informasi, guru tak jarang “kalah bersaing” dengan murid-muridnya. “Siswa didiknya sudah melaju mulus di atas jalan tol, tetapi sang guru masih bersikutat di balik semak belukar”. Mereka sudah biasa mengakses internet, baik milik orang tuanya maupun warnet, dan sudah begitu akrab dengan istilah-istilah dasar “ngenet”, seperti browsing, search engine, e-mail, atau chatting. Oleh karena itu, sungguh pandangan yang keliru kalau pada abad gelombang informasi seperti sekarang ini masih ada seorang guru yang masih memosisikan dirinya sebagai satu-satunya sumber belajar.
Menurut hemat saya, TIK bisa dimanfaatkan secara optimal untuk kepentingan
pembelajaran apabila para guru yang berdiri di garda depan dalam dunia pendidikan kita tidak “gaptek”. Minimal, mereka bisa mengoperasikannya sehingga siswa didik bisa “menikmati” media pembelajaran dengan segenap emosi dan pikirannya. Sebuah kesia-siaan apabila sekolah “dimanja” dengan berbagai piranti teknologi mutakhir, tetapi mereka tak sanggup memanfaatkannya secara maksimal.
Sebagai “agen perubahan dan peradaban” dunia persekolahan kita tampaknya memang harus sudah mulai mengakrabi TIK. Di kelaslah “ruh kurikulum” berada.
Dalam benak saya terbersit bayangan, di sekolah yang telah memanfaatkan TIK untuk merevitalisasi pembelajaran, ada sebuah moving class, yang bisa dimanfaatkan secara bergiliran sesuai jadwal oleh guru dari berbagai mata pelajaran. Di kelas itu sudah tersedia komputer (PC atau notebook) online, LCD, scanner, printer, dan berbagai software pembelajaran yang menarik dan memikat perhatian siswa didik. Dengan terampil, sang guru akan mengemas pembelajarannya melalui berbagai tayangan media yang menarik, sehingga mampu menggugah emosi dan pikiran siswa untuk bersikap kreatif, penuh inistatif, dan kritis. Dengan demikian, pembelajaran betul-betul berlangsung secara aktif, inovatif, kreatif, efektif, dan menyenangkan. Ini artinya, setiap guru, mau atau tidak, harus siap menyongsong “era baru” melalui pemanfaatan TIK dalam kegiatan pembelajaran. Alasan “tidak bisa”, “tidak berbakat” perlu dikubur dalam-dalam karena siapa pun bisa menggunakan TIK asalkan mau belajar dan tidak malu bertanya.
Untuk menciptakan atmosfer baru dalam dunia pembelajaran di sekolah, harus ada upaya serius untuk memberdayakan guru agar mereka tidak “gaptek” lagi dalam memanfaatkan TIK untuk kepentingan pembelajaran. Jika tidak ada upaya serius dan intensif, disadari atau tidak, pemanfaatan TIK dalam pembelajaran hanya akan terapung-apung dalam bentangan slogan dan retorika belaka. Bagaiman dengan kita para guru, siapa lagi kalau bukan kita yang memulainya ?.

Posted in | 0 komentar

Model pembelajaran e-learning

Oleh: ayu kedasih

 

PENDAHULUAN

Ditengah maraknya pengaruh globalisasi yaitu salah satunya dengan ditandainya perkembangan teknologi yang sangat cepat..salah satu diantaranya ialah adanya peralatan elektronik yang dapat mempermudah manusia dalam melakukan kegiatan, kita ambil contoh saja seperti HP, alat ini sekarang dipergunakan orang untuk berkomunikasi jarak jauh, dan juga saat ini yang sedang ngetren adalah dunia internet dimana seseorang bias menjelajah dunia maya tanpa harus pergi keluar negeri dan tanpa harus mengeluarkan biaya yang banyak..kemajuan teknologi ini juga mempengaruhi dunia pendidikan yaitu sekarang yang sedang marak adalah pembelajaran dengan model e-learning.

Apakah e-learning itu???

Jaya Kumar C. Koran (2002), mendefinisikan e-learning sebagai sembarang

pengajaran dan pembelajaran yang menggunakan rangkaian elektronik (LAN, WAN,

atau internet) untuk menyampaikan isi pembelajaran, interaksi, atau bimbingan. Ada

pula yang menafsirkan e-learning sebagai bentuk pendidikan jarak jauh yang

dilakukan melalui media internet. Sedangkan Dong (dalam Kamarga, 2002) mendefinisikan e-learning sebagai kegiatan belajar asynchronous melalui perangkat elektronik komputer yang memperoleh bahan belajar yang sesuai dengan kebutuhannya.

Rosenberg (2001) menekankan bahwa e-learning merujuk pada penggunaan

teknologi internet untuk mengirimkan serangkaian solusi yang dapat meningkatkan

pengetahuan dan keterampilan. Hal ini senada dengan Cambell (2002), Kamarga

(2002) yang intinya menekankan penggunaan internet dalam pendidikan sebagai

hakekat e-learning. Bahkan Onno W. Purbo (2002) menjelaskan bahwa istilah “e”

atau singkatan dari elektronik dalam e-learning digunakan sebagai istilah untuk

segala teknologi yang digunakan untuk mendukung usaha-usaha pengajaran lewat

teknologi elektronik internet.

(Soekartawi, Haryono dan Librero, 2002).

Internet, Intranet, satelit, tape audio/video, TV interaktif dan CD-ROM adalah

sebahagian dari media elektronik yang digunakan Pengajaran boleh disampaikan

secara ‘synchronously’ (pada waktu yang sama) ataupun ‘asynchronously’ (pada

waktu yang berbeda). Materi pengajaran dan pembelajaran yang disampaikan melalui

media ini mempunyai teks, grafik, animasi, simulasi, audio dan video. Ia juga harus

menyediakan kemudahan untuk ‘discussion group’ dengan bantuan profesional dalam

bidangnya.

Perbedaan Pembelajaran Tradisional dengan e-learning yaitu kelas

‘tradisional’, guru dianggap sebagai orang yang serba tahu dan ditugaskan untuk

menyalurkan ilmu pengetahuan kepada pelajarnya. Sedangkan di dalam pembelajaran

e-learning’ fokus utamanya adalah pelajar. Pelajar mandiri pada waktu tertentu dan

bertanggung-jawab untuk pembelajarannya. Suasana pembelajaran ‘e-learning’ akan

‘memaksa’ pelajar memainkan peranan yang lebih aktif dalam pembelajarannya.

Pelajar membuat perancangan dan mencari materi dengan usaha, dan inisiatif sendiri.

Pemanfatan teknologi internet untuk pendidikan di Indonesia secara resmi

dimulai sejak dibentuknya telematika tahun 19961). Masih ditahun yang sama

dibentuk Asian Internet Interconnections Initiatives (www.ai3.itb.ac.id/indonesia).

Jaringan yang dikoordinir oleh ITB ini bertujuan untuk pengenalan dan

pengembangan teknologi internet untuk pendidikan dan riset, pengembangan

backbone internet pendidikan dan riset di kawasan Asia Pasific bersama-sama

perguruan tinggi di kawasan ASEAN dan Jepang, serta pengembangan informasi

internet yang meliputi aspek ilmu pengetahuan, teknologi, budaya, sosial, dan

ekonomi. Hingga kini sudah ada 21 lembaga pendidikan tinggi (negeri dan swasta),

lembaga riset nasional, serta instansi terkait yang telah bergabung.

Seiring perkembangan zaman, pemanfaatan internet untuk pendidikan di

Indonesia khususnya di perguruan tinggi terus berkembang. Misalnya tahun 2001

didirikan universitas maya Indonesia Bangkit University Teledukasi (IBUTeledukasi)

bekerjasama dengan Universitas Tun Abdul Razak Malaysia, beberapa PT juga

menawarkan program on-line course misalnya (www.petra.ac.id). Universitas

Terbuka mengembangkan on-line tutorial (www.ut.ac.id/indonesia/tutorial.htm),

Indonesia Digital Library Network mengembangkan perpustakaan elektronik

(www.idln.itb.ac.id), dan lain-lain.

Pemanfaatan e-learning khususnya internet untuk kegiatan pembelajaran

apakah itu virtual library atau virtual campus, tidak semuanya menggunakan elearning

100%. Yang sering dijumpai adalah sebagian e-learning dan sebagian masih

dilaksanakan dengan tatap muka

 

Model pembelajaran e-learning ini memang bagus sebagai salah satu alternatif agar siswa diajarkan lebih aktif dalam mengikuti npelajaran,diajarkan mandiri,dll. namun kita tidak bisa memungkira bahwa model pembelajaran ini selain memiliki kelebihan juga memiliki kekurangan yakni:

Internet menurut Onno W. Purbo (1998) paling tidak ada tiga hal dampak

positif penggunaan internet dalam pendidikan yaitu:

1.      Peserta didik dapat dengan mudah mengambil mata kuliah dimanapun

di seluruh dunia tanpa batas institusi atau batas negara.

Peserta didik dapat dengan mudah belajar pada para ahli di bidang

yang diminatinya.

2.      Kuliah/belajar dapat dengan mudah diambil di berbagai penjuru dunia

tanpa bergantung pada universitas/sekolah tempat si mahasiswa belajar.

3.      Di samping itu kini hadir perpustakan internet yang lebih

dinamis dan bisa digunakan di seluruh jagat raya.

Menurut pendapat Budi Rahardjo (2002). Manfaat internet bagi pendidikan

adalah dapat menjadi akses kepada sumber informasi, akses kepada nara sumber, dan

sebagai media kerjasama. Akses kepada sumber informasi yaitu sebagai perpustakaan

on-line, sumber literatur, akses hasil-hasil penelitian, dan akses kepada materi kuliah.

Akses kepada nara sumber bisa dilakukan komunikasi tanpa harus bertemu secara

fisik. Sedangkan sebagai media kerjasama internet bisa menjadi media untuk

melakukan penelitian bersama atau membuat semacam makalah bersama.

Penelitian di Amerika Serikat tentang pemanfaatan teknologi komunikasi dan

informasi untuk keperluan pendidikan diketahui memberikan dampak positif (Pavlik,

19963). Studi lainya dilakukan oleh Center for Applied Special Technology (CAST),

“bahwa pemanfaatan internet sebagai media pendidikan menunjukan positif terhadap

hasil belajar peserta didik”.

Walaupun demikian pemanfaatan internet untuk pembelajaran atau e-learning

juga tidak terlepas dari berbagai kekurangan. Berbagai kritik (Bullen, 2001, Beam,

1997), antara lain :

1)     Kurangnya interaksi antara guru dan siswa atau bahkan antar siswa itu

sendiri.

2)     Kurangnya interaksi ini bisa memperlambat terbentuknya

values dalam proses belajar dan mengajar.

3)     Kecenderungan mengabaikan aspek akademik atau aspek sosial dan

sebaliknya mendorong tumbuhnya aspek bisnis/komersial.

4)     Proses belajar dan mengajarnya cenderung ke arah pelatihan daripada

pendidikan.

5)     Berubahnya peran guru dari yang semula menguasai teknik

pembelajaran konvensional, kini juga dituntut mengetahui teknik

pembelajaran yang menggunakan ICT.

6)     Siswa yang tidak mempunyai motivasi belajar yang tinggi cenderung

gagal.

7)     Tidak semua tempat tersedia fasilitas internet.

8)     Kurangnya tenaga yang mengetahui dan memiliki ketrampilan

internet.

     9)Kurangnya penguasaan bahasa komputer.

Pendapat Budi Rahardjo (2002) tentang kelemahan internet sebagai media

pendidikan yaitu infrastruktur internet masih terbatas dan mahal, keterbatasan dana,

dan budaya baca kita masih lemah. Di sinilah tantangan bagaimana mengembangkan

model pembelajaran melalui internet.

Hal ini mungkin bisa diatasi dengan jalan:

 (a). Penggunaan internet dijadikan  suatu kebutuhan untuk

mendukung pekerjaan atau tugas sehari-hari,

(b). Disediakanya fasilitas jaringan

(Internet infrastructure) and koneksi internet (Internet Connections),

(c). Disediakannya piranti lunak pembelajaran (management course tools),

(d). Diberikan Keterampilan menguasai tekhnologi.

 (e). Adanya Kebijakan yang mendukung pelaksanaan program yang menggunakan internet tersebut

(Soekartawi, 2002).

 

PENUTUP

 

Sebenarnya pemanfatan internet untuk e-learning di Indonesia bisa

ditingkatkan kalau fasilitas yang mendukungnya memadai, baik fasilitas yang berupa

infrastruktur maupun fasilitas yang bersifat kebijakan. Hal ini bukan saja didukung

oleh data seperti yang disajikan diatas, namun juga semakin banyaknya warnet yang

muncul diberbagai pelosok di Indonesia. Pengguna internet bukan saja dari kalangan

pelajar dan mahasiswa, namun juga dari kalangan masyarakat yang lain. Hal ini bisa

dipakai sebagai indikasi bahwa internet memang diperlukan untuk membantu

kelancaranan pekerjaan atau tugas-tugas pengguna internet.

 

 

DAFTAR PUSTAKA

http://www.asep-hs.web.ugm.ac.id

http://www.sinarharapan.co.id/ekonomi/mandiri/2004/0217/man01.htmlhttp://students.stttelkom.ac.id/web/news/index.php?op=view&id=109

 

* mahasiswa pendidikan kewarganegaraan dan hukum

                                                   FISE, UNY

Posted in | 0 komentar

Pengembangan Bahan Ajar Berbasis Web

Pengembangan bahan ajar berbasis web

oleh
Drs. Koesnandar, M.Pd


Pengantar

Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) sangat pesat, menurut catatan www.internetworldstats.com/  saat ini ada satu milyard pengguna internet di dunia.  Penetrasi internet di Asia adalah 10%, sedangkan di Amerika mencapai 67%.  Indonesia menduduki urutan ke 13 pengguna internet dunia dengan jumlah pengguna internet tahun 2006, sebanyak 18 juta orang. Angka itu mencapai 10 kali lebih besar dibanding lima tahun lalu. Tidak berlebihan apabila ada yang mengatakan bahwa TIK membawa gelombang baru menuju perubahan besar dalam sejarah kebudayaan manusia.

Tinsiri memberi perumpamaan yang sangat baik dalam menghadapi perkembangan TIK. Ia mengatakan, apabila TIK tersebut diibaratkan arus badai, maka setidak-tidaknya ada tiga kemungkinan sikap kita menghadapinya, yaitu mencoba bertahan melawan arus, hanyut terbawa arus, atau memanfaatkan arus. Dalam perumpamaan ini, sikap yang paling tepat adalah yang terakhir, memanfaatkan arus sebagai sumber energi. Demikian pula dalam dunia pendidikan. Arus TIK telah masuk ke dunia pendidikan. Hadirnya TIK di sekolah, di ruang kelas, di rumah, bahkan di kamar tidur siswa, tidak lagi dapat dibendung. Hadirnya TIK bukan lagi sebuah pilihan, kita memilih ataupun tidak, era TIK telah hadir.

TIK mempunyai potensi yang sangat besar untuk dimanfaatkan dalam dunia pendidikan. Pada blue print TIK Depdiknas, stidak-tidaknya disebutkan ada tujuh fungsi TIK dalam pendidikan, yakni sebagai sumber belajar, alat bantu belajar, fasilitas pembelajaran, standard kompetensi, sistem administrasi, pendukung keputusan, sebagai infrastruktur.

elearning

Salah satu kosa kata yang muncul dan populer bersamaan dengan hadirnya TIK dalam dunia pembelajaran adalah elearning. Elearning merupakan kependekan dari elektronik learning. Secara generik elearning berarti belajar dengan menggunakan elektronik. Kata elektronik sendiri mengandung pengertian yang spesifik yakni komputer atau internet, sehinga elearning sering diartikan sebagai proses belajar yang menggunakan komputer atau internet.

Sesungguhnya pengertian elearning sendiri mempunyai makna yang sangat luas dan masih dipersepsikan secara berbeda-beda. Pengertian elearning mencakup sebuah garis kontinum dari mulai menambahkan komputer dalam proses belajar sampai dengan pembelajaran berbasis web. Sebuah kelas yang dilengkapi dengan satu unit komputer untuk memutar sebuah CD pembelajaran interaktif, dalam batasan yang minimal telah dapat disebutkan bahwa kelas tersebut telah menerapkan elearning. Namun menurut batasan UNESCO, elearning paling tidak harus didukung oleh sejumlah syarat-syarat yang harus dipenuhi, yaitu mencakup; ketersediaan software bahan belajar berbasis TIK, ketersediaan software aplikasi untuk menjalankan pengelolaan proses pembelajaran tersebut, adanya SDM guru dan tenaga penunjang yang menguasai TIK, adanya infrastruktur TIK, adanya akses internet, adanya dukungan training, riset, dukungan daya listrik, serta dukungan kebijakan pendayagunaan TIK untuk pembelajaran.  Apabila elemen-elemen tersebut telah tersedia, maka program dan pengelolaan elearning akan dapat dijalankan.

Software bahan ajar

Teknologi selalu mencakup hardware dan software. Hardware akan berguna apabila tersedia software di dalamnya, demikian pula sebaliknya software baru akan dapat bermanfaat apabila ada hardware yang menjalankannya.

Software dapat dikelompokkan menjadi tiga jenis, yaitu software operating sistem (OS), software aplikasi, dan software data atau konten. OS adalah software yang berfungsi sebagai sistem operasi, seperti DOS, Windows, Linux, dan Unix. Aplikasi adalah software yang digunakan untuk membangun atau menjalankan proses sesuai dengan perintah-perintah pemrograman, misalnya office, LMS, CMS, dll. Sedangkan data atau bahan ajar termasuk ke dalam kelompok software konten, misalnya bahan ajar baik berupa teks, audio, gambar, video, animasi, dll.

Dalam pengertian yang paling sederhana, suatu proses belajar akan terjadi apabila tersedia sekurang-kurangnya dua unsur, yakni orang yang belajar dan sumber belajar. Sumber belajar mencakup orang (nara sumber),  alat (hardware), bahan (software), lingkungan (latar, setting), dll. Bahan ajar adalah salah satu jenis dari sumber belajar.

Bahan belajar merupakan elemen penting dalam elearning. Tidak ada elearning tanpa ketersediaan bahan belajar. Untuk itu, maka kemampuan seorang guru dalam mengembangkan bahan belajar berbasis web menjadi sangat penting.

Jenis bahan ajar

Bahan ajar adalah segala bentuk konten baik teks, audio, foto, video, animasi, dll yang dapat digunakan untuk belajar. Ditinjau dari subjeknya, bahan ajar dapat dikatogorikan menjadi dua jenis, yakni bahan ajar yang sengaja dirancang untuk belajar dan bahan yang tidak dirancang namun dapat dimanfaatkan untuk belajar. Banyak bahan yang tidak dirancang untuk belajar, namun dapat digunakan untuk belajar, misalnya kliping koran, film, sinetron, iklan, berita, dll. Karena sifatnya yang tidak dirancang, maka pemanfaatan bahan ajar seperti ini perlu diseleksi sesuai dengan tujuan pembelajaran.

Bahan belajar yang dirancang adalah bahan yang dengan sengaja disiapkan untuk keperluan belajar. Ditinjau dari sisi fungsinya, bahan ajar yang dirancang dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok, yaitu bahan presentasi, bahan referensi, dan bahan belajar mandiri. Sedangkan ditinjau dari media, bahan ajar dapat kelompokkan menjadi bahan ajar cetak, audio, video, televisi, multimedia, dan web.

Sekurang-kurangnya ada empat ciri bahan ajar yang sengaja dirancang, yakni adanya tujuan yang jelas, ada sajian materi, ada petunjuk belajar, dan ada evaluasi keberhasilan belajar.

Bahan ajar berbasis web

Sebagaimana sebutannya, bahan ajar berbasis web adalah bahan ajar yang disiapkan,  dijalankan, dan dimanfaatkan dengan media web. Bahan ajar sering juga disebut bahan ajar berbasis internet atau bahan ajar on line. Terdapat tiga karakteristik utama yang merupakan potensi besar bahan ajar berbasis web, yakni;

-         menyajikan multimedia

-         menyimpan, mengolah, dan menyajikan infromasi

-         hyperlink

Karena sifatnya yang on line, maka bahan ajar berbasis web mempunyai karakteristik khusus sesuai dengan karakteristik web itu sendiri. Salah satu karakteristik yang paling menonjol adalah adanya fasilitas hyperlink. Hyperlink memungkinkan sesuatu subjek nge-link ke subjek lain tanpa ada batasan fisik dan geografis, selama subjek yang bersangkutan tersedia pada web. Dengan adanya fasilitas hyperlink maka sumber belajar menjadi sangat kaya. Search engine sangat membantu untuk mencari subjek yang dapat dijadikan link.

Unsur-unsur bahan ajar

Bahan ajar setidak tidaknya harus memiliki enam unsur, yaitu mencakup tujuan, sasaran, uraian materi, sistematika sajian, petunjuk belajar, dan evaluasi. Sebuah bahan ajar harus mempunyai tujuan. Tujuan harus dirumuskan secara jelas dan terukur mencakup kriteria ABCD (audience, behavior, criterion, dan degree). Sasaran perlu dirumuskan secara spesifik, untuk siapa bahan relajar itu ditujukan. Sasaran bukan sekedar mengandung pernyataan subjek orang, Namur juga harus mencakup kemampuan apa yang menjadi prasyarat yang harus sudah mereka kuasai agar dapat memahami bahan ajar ini.

Langkah-langkah pengembangan

Secara makro, pengembangan bahan ajar mencakup langkah-langkah analisis kebutuhan, perancangan, pengembangan, implementasi dan evaluasi. Secara mikro, langkah-langkah pengembangan bahan ajar berbasis web dimulai dari penentuan sasaran, pemilihan topik, pembuatan peta materi, perumusan tujuan, penyusunan alat evaluasi, pengumpulan referensi, penyusunan bahan, editing, upload, dan testing.

Penentuan sasaran

Langkah pertama yang harus dilakukan dalam menyusun sebuah bahan ajar adalah menentukan secara jelas siapa sasaran bahan ajar tersebut. Di dalam kelas konvensional, sasaran telah sangat terstruktur, misalnya siswa kelas dua SMA semester pertama. Pernyataan tersebut telah mengandung indikasi yang jelas tentang siapa mereka, kemampuan apa yang harus mereka kuasai, serta di mana kedudukan bahan belajar yang akan disajikan dalam keseluruhan kurikulum sekolah. Demikian pula pada penyusunan bahan belajar berbasis web sasaran harus dicantumkan secara spesifik.

Pemilihan topik

Setelah sasaran ditentukan, langkah selanjutnya adalah memilih topik yang sesuai dengan kebutuhan sasaran tersebut. Pemilihan topik dapat dilakukan dengan pertimbangan, antara lain; materi sulit, penting diketahui, bermanfaat, merupakan sesuatu yang baru, sesuatu yang belum banyak diketahui, atau bahasan dari sudut pandang lain, dll.

Pembuatan peta materi

Peta materi sangat membantu dalam merumuskan keluasan dan kedalaman materi yang akan dibahas. Membuat peta materi dapat diibaratkan menggambar sebuah batang pohon yang bercabang dan beranting, semakin banyak cabang maka semakin luas bahasan materi. Sedangkan apabila kita menghendaki bahasan yang fokus dan spesifik, maka kembangkanlah bagian ranting-ranting.

Perumusan tujuan

Gambar peta materi akan sangat bermanfaat untuk menentukan tujuan. Setiap ranting dapat dirumuskan menjadi sebuah indikator tujuan yang spesifik. Sedangkan cabang menjadi besaran tujuan tersebut. Tujuan besar (cabang) dapat dicapai dengan memenuhi semua tujuan yang spesifik (ranting).

Penyusunan alat evaluasi

Setelah merumuskan tujuan, langsung diikuti dengan perumusan alat evaluasi. Alat evaluasi dimaksudkan untuk mejawab dengan cara bagaimana kita dapat mengetahui sesuatu tujuan itu telah tercapai. Setiap indikator tujuan harus dapat diukur keberhasilannya. Sebuah rumusan tujuan dapat diukur dengan satu butir alat evaluasi. Dapat  satu set alat evaluasi mengukur serangkai tujuan. Misalnya kita merumuskan tujuan ”mampu mengendari sepeda motor”, maka alat evaluasi yang mungkin adalah lembar observasi tentang kemampuan mengendarai sepeda motor.

Pengumpulan referensi

Tidak ada bahan ajar yang berdiri sendiri tanpa sumber referensi. Referensi digunakan untuk memberi dukungan teoretis, data, fakta, ataupun pendapat. Referensi juga dapat memperkaya khasanah bahan belajar, sehingga pembaca yang menginginkan pendalaman materi yang dibahas dapat mencari dari sumber yang disebutkan. Dalam web, pembaca dapat dengan mudah diberikan link ke sumber referensi tersebut.

Penyusunan bahan

Setelah bahan-bahan pendukung siap, maka penulisan dapat dimulai. Penulisan bahan hendaklah konsisten dengan peta materi dan tujuan yang telah disusun. Secara umum struktur penulisan sekurang-kurangnya terdiri dari tiga bagian, yaitu pendahuluan, isi, dan penutupan. Pada pendahuluan kita harus sudah menyampaikan secara ringkas apa yang akan dibahas pada bahan belajar ini. Sedangkan bagian isi menguraikan secara gamblang seluruh materi. Agar lebih jelas, uraian bisa dilengkapi dengan contoh-contoh. Untuk mengecek pemahaman, pada bagian ini dapat pula diberikan latihan-latihan. Pada bagaian penutup sampaikan kembali secara ringkas apa yang telah dibahas. Proses selanjutnya adalah editing, upload, dan testing.

Penutup

Dengan memanfaatkan internet, kita akan dengan sangat mudah memperoleh berbgai informasi dan bahan belajar yang kita perlukan. Sumber belajar pada dunia maya sangat kaya, selama kita memahami bahasanya, sumber belajar dari berbagai belahan dunia dapat kita peroleh. Dari mana bahan itu datang? Sesungguhnya, kita tidak akan mendapatkan apa-apa kalau tidak ada orang yang menyediakan bahan belajar tersebut di web. Oleh karena itu, pada dunia web, tidak baik kita hanya memposisikan diri sebagai konsumen.

Referensi

Depdiknas, Blue Print ICT untuk Pendidikan, Jakarta, 2004

Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Atas, Pembuatan Multimedia Pembelajran Interaktif, Jakarta, 2007

Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Atas, Pedoman Penyusunan Bahan Ajar, Jakarta, 2006

Moore, Peter, Environment of e-learning, UNESCO, 2003

Siribodhi, Tinsiri, ICT Tools for Learning Materials Development, UNESCO, Bangkok, 2000

www.internetworldstats.com/

http://www.google.co.id/search?hl=id&lr=&as_qdr=all&q=+site:www.e-dukasi.net+%22bahan+ajar+berbasis+web%22

Posted in | 0 komentar

E-learning di sekolah dan KTSP

ARTIKEL

18/12/2007
E-learning di Sekolah dan KTSP

E-learning di Sekolah dan KTSP

oleh
Drs. Sutrisno, M.Sc., Ph.D

Pergeseran paradigma dalam pranata pendidikan yang semula terpusat menjadi desentralistis membawa konsekuensi dalam pengelolaan pendidikan, khususnya di tingkat sekolah. Kebijakan tersebut dapat dimaknai sebagai pemberian otonomi yang seluas-luasnya kepada sekolah dalam mengelola sekolah, termasuk di dalamnya berinovasi dalam pengembangan kurikulum dan model-model pembelajaran.

Otonomi yang luas itu, hendaknya diimbangi dengan perubahan yang berorientasi kepada kinerja dan partisipasi secara menyeluruh dari komponen pendidikan yang terkait. Kondisi ini gayut dengan perubahan kurikulum yang sedang diluncurkan dewasa ini oleh pemerintah, yakni kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP). Konsekuensi yang harus ditanggung oleh sekolah adalah restrukturisasi dalam pengelolaan sekolah (capacity building), profesionalisme guru, penyiapan infrastruktur, kesiapan siswa dalam proses belajar dan iklim akademik sekolah.

Kebijakan penerapan KTSP dan pemberian otonomi pendidikan juga diharapkan melahirkan organisasi sekolah yang sehat serta terciptanya daya saing sekolah. Sejalan dengan perkembangan teknologi informasi dan pembelajaran berbasis teknologi informasi yang sangat pesat, hendaknya sekolah menyikapinya dengan seksama agar apa yang dicita-citakan dalam perubahan paradigma pendidikan dapat segera terwujud. Kecenderungan yang telah dikembangkan dalam pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) dalam pembelajaran adalah program e-learning.

Beragam istilah dan batasan telah dikemukakan oleh para ahli teknologi informasi dan pakar pendidikan. Secara sederhana e-learning dapat difahami sebagai suatu proses pembelajaran yang memanfaatkan teknologi informasi berupa komputer yang dilengkapi dengan sarana telekomunikasi (internet, intranet, ekstranet) dan multimedia (grafis, audio, video) sebagai media utama dalam penyampaian materi dan interaksi antara pengajar (guru/dosen) dan pembelajar (siswa/mahasiswa).

Model pembelajaran berbasis TIK dengan menggunakan e-learning berakibat pada perubahan budaya belajar dalam kontek pembelajarannya. Setidaknya ada empat komponen penting dalam membangun budaya belajar dengan menggunakan model e-learning di sekolah. Pertama, siswa dituntut secara mandiri dalam belajar dengan berbagai pendekatan yang sesuai agar siswa mampu mengarahkan, memotivasi, mengatur dirinya sendiri dalam pembelajaran. Kedua, guru mampu mengembangkan pengetahuan dan ketrampilan, memfasilitasi dalam pembelajaran, memahami belajar dan hal-hal yang dibutuhkan dalam pembelajaran. Ketiga tersedianya infrastruktur yang memadai dan yang ke empat administrator yang kreatif serta penyiapan infrastrukur dalam memfasilitasi pembelejaran.

Permasalahan yang dihadapi sekolah saat ini adalah pada tingkat kesiapan peserta belajar, guru, infrastruktur sekolah, pembiayaan, efektifitas pembelajaran, sistem penyelenggaraan dan daya dukung sekolah dalam menyelenggarakan pembelajaran berbasis TIK. Lalu, apakah mungkin program e-learning dapat dilaksanakan di sekolah? Ini yang menjadi esensi dari kebermaknaan e-learning di sekolah.

Menyiapkan program e-learning

Pengalaman menunjukan dalam menyiapkan program e-learning tidaklah sesulit dalam bayangan kita, asalkan kita memiliki kemauan dan komitmen yang kuat untuk menuju ke arah itu. Tanpa komitmen dan dukungan secara teknis maka program e-learning di sekolah tidak mungkin akan terealiasi. Ada tip tentang kunci sukses terealisasinya program e-learning, sejalan dengan pendapat yang dikemukakan oleh (Bates, 2005) dalam journal of e-learning volume 5 tahun 2005, yakni adanya perencanaan dan leadership yang terarah dengan mempertimbangkan efektifitas dalam pembiayaan, integritas sistem teknologi serta kemampuan guru dalam mengadapsi perubahan model pembelajaran yang baru yang sudah barang tentu didukung kemampuan mencari bahan pembelajaran melalui internet serta mempersiapkan budaya belajar bagi siswa.

Ada empat langkah dalam manajemen pengelolaan program e-learning yakni pertama menentukan strategi yang jelas tentang target audience, pembelajarannya, lokasi audience, ketersediannya infrastruktur, budget dan pengembalian investasi yang tidak hanya berupa uang tunai. Kedua menentukan peralatan misalnya hoste vs installed LMS dan Commercial or OS-LMS, ketiga adalah adanya hubungan dengan perusahan yang mengembangkan penelitian berkaitan dengan program e-learning yang dikembangkan di sekolah. Ke empat menyiapkan bahan-bahan yang akan dibutuhkan bersifat spesifik, usulan yang dapat diimplementasikan serta menyiapkan short response time. Kesemuanya itu, hendaknya perlu dipikirkan masak-masak dalam konteks investasi jangka panjang.

Membudayakan belajar berbasis TIK

Berkembangnya teknologi pembelajaran berbasis TIK mulai tahun 1995 an, salah satu kendalanya adalah menyiapkan peserta didik dalam budaya belajar berbasis teknologi informasi serta kurang trampilnya dalam menggunakan perangkat komputer sebagai sarana belajar, serta masih terbatasnya ahli dalam teknologi multimedia khususnya terkait dengan model-model pembelajan. Untuk mempersiapkan budaya belajar berbasis TIK adalah keterlibatan orang tua murid dan kultur masyarakat akan teknologi serta dukungan dari lingkungan merupakan faktor yang tidak bisa diabaikan. Pembentukan kominitas TIK sangat mendukung untuk membudayakan anak didik dengan teknologi. Model ini telah dikembangkan di Jepang tepatnya di Shuyukan High School dengan membentuk club yang dinamai (Information Science Club), yakni sebagai wadah siswa untuk bersinggungan dengan budaya teknologi.

Kompetensi guru dalam pembelajaran Ada tiga kompetensi dasar yang harus dimiliki guru untuk menyelenggarakan model pembelajaran e-learning. Pertama kemampuan untuk membuat desain instruksional (instructional design) sesuai dengan kaedah-kaedah paedagogis yang dituangkan dalam rencana pembelelajaran. Kedua, penguasaan TIK dalam pembelajaran yakni pemanfaatan internet sebagai sumber pembelajaran dalam rangka mendapatkan materi ajar yang up to date dan berkualitas dan yang ketiga adalah penguasaan materi pembelajaran (subject metter) sesuai dengan bidang keahlian yang dimiliki.

Langkah-langkah kongkrit yang harus dilalui oleh guru dalam pengembangan bahan pembelajaran adalah mengidentifikasi bahan pelajaran yang akan disajikan setiap pertemuan, menyusun kerangka materi pembelajaran yang sesuai dengan tujuan instruksional dan pencapainnya sesuai dengan indikator-indikator yang telah ditetapkan. Bahan tersebut selanjutnya dibuat tampilan yang menarik mungkin dalam bentuk power point dengan didukung oleh gambar, video dan bahan animasi lainnya agar siswa lebih tertarik dengan materi yang akan dipelajari serta diberikan latihan-latihan sesuai dengan kaedah-kaedah evaluasi pembelajaran sekaligus sebagai bahan evaluasi kemajuan siswa. Bahan pengayaan (additional matter) hendaknya diberikan melalui link ke situs-situs sumber belajar yang ada di internet agar siswa mudah mendapatkannya. Setelah bahan tersebut selesai maka secara teknis guru tinggal meng-upload ke situs e-learning yang telah dibuat.

Dalam penetapan kualitas pembelejaran dengan menggunakan model e-learning telah dikembangkan oleh lembaga Qualitative Standards Scholarship Assessed: An Evaluation of the Professoriate yang dikembangkan oleh Glassick, Huber and Maeroff, (2005), dengan indikator-indikator instrumen yang telah dikembangkan meliputi: kejelasan tujuan pembelajaran, persiapan bahan pembelajaran yang cukup, penyiapan metoda belajar yang sesuai, menghasilkan hasil pembelajaran yang signifikan positif, efektifitas dalam mempresentasikan bahan pelajaran serta umpan balik yang kritis dari peserta didik.

Beberapa hal yang perlu dicermati dalam menyelenggarakan program e-learning / digital classroom adalah guru menggunakan internet dan email untuk berinteraksi dengan siswa untuk mengukur kemajuan belajar siswa, siswa mampu mengatur waktu belajar, dan pengaturan efektifitas pemanfaatan internet dalam ruang multi media.

Dengan mencermati perkembangan teknologi informasi dalam dunia pendidikan dan beberapa komponen penting yang perlu disiapkan serta pengalaman penulis dalam mengembangkan program e-learning maka program e-learning di sekolah bukanlah suatu hayalan belaka bahkan sesegera mungkin untuk diwujudkan.

Posted in | 0 komentar